Jakarta (ANTARA News) - "Saudara Lukman, kalau saudara masih bersilaturahmi dengan saya, harap saudara datang ke rumah sekarang. Saya siapkan mobil dan sopir untuk menjemput Saudara. Ibu sudah siapkan nasi kebuli," kata Abdurrahman Baswedan kepada aktivis muda HMI Lukman Hakiem pada tahun 1985. Lukman Hakim yang kini menjabat Wakil Ketua Fraksi PPP DPR-RI selalu teringat perkataan AR Baswedan yang ditulis dalam sepucuk surat untuknya saat masih indekos di Yogyakarta. Lukman mengaku sangat mengenal dan bergaul intensif dengan AR Baswedan ketika Lukman menjabat Ketua Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Yogyakarta tahun 1983-1984. Kebetulan kantor HMI Yogyakarta di Jalan Dagen dengan rumah Baswedan di Taman Yuwono dekat jaraknya. Baswedan, katanya, sangat memperhatikan aktivis muda. Saat Lukman memimpin HMI Cabang Yogyakarta, isu asas tunggal Pancasila sedang panas-panasnya dibicarakan dan menjadi agenda nasional, hampir setiap hari Baswedan menemuinya untuk memberi semangat. "Pak Bas juga mewanti-wanti agar tidak mengidentikkan perjuangan dengan masuk penjara. Contohlah H Agus Salim. Tidak ada yang meragukan kegigihan perjuangannya tapi baik di zaman penjajahan Belanda maupun Jepang, Agus Salim tidak pernah masuk penjara," kata Baswedan sebagaimana diceritakan Lukman. Baswedan sering mengundang Lukman ke rumahnya untuk berbincang-bincang dan pertemuan selalu diakhiri dengan makan nasi kebuli yang lezat. Sesudah tidak menjadi Ketua HMI Yogyakarta, intensitas pertemuan Lukman dengan pak Bas agak menurun, maklum jarak antara rumah Lukman dengan rumah Baswedan di Kota Gudeg relatif jauh. Namun suatu hari ada mobil berhenti yang merupakan sesuatu hal yang jarang terjadi di depan rumah indekos Lukman, karena itu Lukman bergegas menyongsong tamu yang datang. Ternyata sopir Baswedan ang datang untuk menyampaikan sepucuk surat sebagaimana disebutkan di atas. "Itulah cara Pak Bas memelihara silaturahmi, " kata Lukman. Lukman bukan satu-satunya sahabat Baswedan. Tokoh aktivis muda pada zamannya yang kerap bersilaturahmi dengan Baswedan adalah Rendra, Ken Zuraida Rendra, Emha Ainun Nadjib, Anhar Gonggong, Syafii Marif, Taufik Effendi, Jimly Asshidiqie, dan banyak lagi. "Kepada Ken, kakek bahkan sempat menitip pesan agar Rendra harus tetap menjadi 'pemberontak' ," kata Dr. Anies Rasyid Baswedan, salah seorang cucunya yang kini menjabat Rektor Universitas Paramadina, Jakarta. Lukman mencatat paling tidak ada tiga keteladanan dari tokoh almarhum AR Baswedan terkait peringatan 100 Tahun Baswedan pada 9 September 2008 (AR Baswedan lahir di Kampung Ampel, Surabaya, 9 September 1908). Keteladanan yang pertama, kecintaannya pada RI di paruh kedua abad XX saat AR Baswedan mendirikan Partai Arab Indonesia. Partai itu ia dirikan untuk menegaskan bahwa golongan keturunan Arab bukan warga asing di Indonesia. "Pak Bas sangat bangga dengan Indonesia, dia sangat marah jika dalam mengurus sesuatu diminta menunjukkan surat keterangan kewarganegaraan RI. Pak Bas sangat bangga ketika salah seorang cucunya menikah dengan orang Jawa. Dia menyerahkan foto pernikahan cucunya itu kepada saya untuk dimuat di majalah tempat saya bekerja," kata Lukman. Keteladanan kedua kesukaannya bukan sekadar kebiasaan bersilaturhami dengan mengunjungi siapa saja, tua muda, muslim, non muslim, setiap pagi sambil "jogging" Baswedan menyambangi kawan-kawannya. "Hari ini menyambangi tokoh Muhammadiyah Djarnawi Hadikusumo di kauman, besok mengunjungi Romo Mangun (YB Mangunwijaya) di lembah kali Code. Begitu dilakukannya setiap hari," kata Lukman menambahkan. Keteladanan ketiga, perhatiannya sangat besar kepada aktivis muda sehingga menjadi sarana berinteraksi dan bertukar pikiran mengenai masalah bangsa. Ketika Lukman bekerja di majalah Kiblat di Jakarta, komunikasi dengan Baswedan tetap terjalin walau hanya lewat telepon. "Suatu hari karena padatnya pekerjaan, saya minta staf menahan semua telepon yang masuk untuk saya, sampai tiba-tiba staf saya masuk ke ruang kerja saya mengabarkan sudah beberapa kali ada telepon dari Pak Bas. Segera saya minta staf untuk menghubungi nomor pak Bas, ketika tersambung pak Bas memberitahu bahwa beliau sedang di rumah putranya dr Samhari di Kalimalang," kata Lukman. Baswedan minta Lukman datang untuk menemani makan siang. "Sambil makan, beliau bercerita memoar yang ditulisnya sudah selesai. Nanti saya akan beri saudara satu copy untuk saudara baca dan koreksi," kata Baswedan kepada Lukman. Sejak di Yogya Lukman menceritakan bahwa dia selalu mendorong Baswedan untuk menyelesaikan memoarnya. Namun, selalu manusia punya rencana Allah juga yang menentukan. Beberapa hari sesudah makan siang bersama, Lukman mendengar kabar Baswedan dirawat di Rumah Sakit Islam Jakarta. "Ketika saya menjenguknya beliau di ICU sehingga kami tidak bisa berkomunikasi verbal, tidak lama sesudah itu pak Bas wafat," kata Lukman menceritakan rasa dukanya. Namun paling tidak Lukman merasa bersyukur telah memenuhi permintaan Baswedan yang rupanya menjadi terakhir kepada dia untuk menemani makan siang. "Saya juga bersyukur lebih 20 tahun kemudian saya mendengar kabar dari salah seorang cucunya, Anies R Baswedan bahwa memoar pak Bas sudah siap diterbitkan, Saya yakin dari memoar pak bas banyak sekali yang dapt dipetik oleh bangsa ini," kata Lukman. Anies mengatakan bahwa memoar tersebut belum bisa diterbitkan karena masih dalam tahap penyuntingan. "Kami usahakan akhir tahun ini," kata Anies. Mengenai peringatan 100 Tahun AR Baswedan, Anies menceritakan tidak akan ada acara khusus kecuali pada bulan Oktober mendatang saat peringatan Sumpah Pemuda, ia akan mengumpulkan kembali tokoh-tokoh keturunan etnis Arab. Bagi Anies, kakeknya meneladani pelajaran bahwa keputusan mengambil peran dalam perjuangan bangsa telah meninggalkan kemewahan diri. Selain itu keteladanan untuk menemui dan berbicara dengan tokoh-tokoh muda menjadi sarana untuk saling belajar, berinteraksi, dan bertukar pengalaman. Saat di Yogyakarta, Anies mengaku sering menemani kakeknya berinteraksi dengan tokoh-tokoh muda. "Saat ini tokoh elite tua jarang berinteraksi dengan tokoh muda," katanya membandingkan. Baswedan, salah seorang pendiri bangsa (founding fathers) dan tokoh pergerakan berkacamata bulat itu memang telah memberi teladan bagi generasi muda bangsa ini.(*)

Oleh Oleh Budi Setiawanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008