Semarang (ANTARA News) - Langkah beberapa politikus menjadi "kutu loncat" (menyeberang dan menjadi calon anggota legislatif (caleg) partai lain) menunjukkan bahwa partai politik (parpol) dan kader parpol sama-sama tak memiliki loyalitas dan lebih mementingkan kekuasaan. Priyatno Harsastro, MA, Dosen Ilmu Politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang di Semarang, Sabtu (6/9) mengatakan, kondisi yang demikian itu menunjukkan bahwa berpolitik di Indonesia tidak lagi murni untuk memperbaiki kondisi bangsa dan negara. "Dengan demikian politik telah dikotori oleh macam-macam ambisi. Sebab, politikus demikian lebih mementingkan kekuasaan dan bukan untuk mengabdi kepada rakyat," katanya. Dalam teori ilmu politik kepentingan adalah yang utama. Namun sangat disayangkan bila kepentingan lebih bersifat pribadi dari para politisi. Sehingga untuk mengamankan kepentingan itu banyak terjadi perpindahan partai, bahkan dari sisi ideologi cukup kontras. Ini menunjukkan tak ada loyalitas dan pengabdian kader ke parpol, dan sebaliknya parpol tak menuntut loyalitas kader-kadernya. Pindahnya para politisi ke sejumlah partai politik menunjukkan inkonsistensi politisi dalam berideologi dan bentuk kegagalan proses pengkaderan, katanya. "Jika dalam konteks organisasi saja mereka tidak ada konsistensi bagaimana dengan tugas memperjuangkan kepentingan rakyat," katanya menjelaskan. Berpolitik dalam konteks bernegara adalah sebuah proses menuju kekuasaan. Memegang kekuasaan seharusnya berarti jalan untuk memajukan bangsa, dan mensejahterakan rakyat. Menurut dia, pindah parpol dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain. Alasan yang sering diutarakan adalah perbedaan prinsip dengan partai. Namun tidak dapat dipungkiri ada juga keinginan yang didasari untuk mencari keuntungan pribadi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008