Semarang (ANTARA News) - Pengakuan anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (FPDIP) Agus Condro terkait kucuran dana dalam pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Miranda Goeltom membutuhkan "political will" atau kemauan politik dari semua pihak. "Yang dibutuhkan adalah `political will`. Kalau hal itu tidak ada maka kasus ini akan `mandek` (berhenti, red.)," kata pakar hukum dari Unika Soegijapranata, Petrus Soerjowinoto, di Semarang, Minggu. Petrus mengatakan, kemauan politik tersebut diperlukan karena dalam menindaklanjuti pengakuan Agus Condro, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa jalan sendiri. "KPK tentu akan bekerja sama dengan pihak lain seperti dengan partai politik dan institusi lainnya yang berkaitan dengan pengumpulan bukti-bukti," katanya. Menurut Petrus, tindak lanjut pengakuan Agus Condro hanya masalah waktu. Setelah ada pengakuan dari Agus Condro, KPK akan mengumpulkan alat bukti lainnya. "Untuk mendapatkan alat bukti, tidak gampang seperti membalikkan telapak tangan. Perlu bukti-bukti dan prosedur yang mungkin berbelit-belit," katanya. Pendapat senada disampaikan Suroto, yang juga pakar hukum dari Unika Soegijapranata. Suroto mengatakan, KPK perlu mengumpulkan bukti tambahan. Untuk memutus sebuah kasus, hakim membutuhkan minimal dua alat bukti yang sah. Oleh karena itu, alat bukti tambahan sangat diperlukan. Sebelumnya, Agus Condro sendiri menyatakan kasus yang dia alami sangat mudah diungkap. Politisi PDIP itu mengaku menerima uang Rp500 juta dalam bentuk sepuluh lembar cek perjalanan. Agus mencairkan cek perjalanan itu pada 11 Juni 2004 di Bank International Indonesia (BII) cabang Pekalongan. Pada hari yang sama, Agus mengaku membuka rekening untuk menampung uang yang dia cairkan. Menurut Agus, KPK bisa dengan mudah mengusut siapa saja yang menerima uang dalam bentuk cek perjalanan selain dirinya, berbekal buku tabungan yang dia berikan. Dengan mengkonfirmasi pejabat bank tempat Agus mencairkan dana, KPK akan mengetahui bank yang mengeluarkan cek perjalanan yang diterima oleh Agus. Setelah itu, KPK bisa mengusut siapa saja yang menerima cek perjalanan yang sama dengan mengonfirmasi bank penerbit. "Buku tabungan itu adalah pintu masuk penyelidikan lebih lanjut," kata Agus setelah menemui petugas KPK beberapa waktu lalu. Dia optimistis KPK bisa mengungkap siapa saja anggota DPR yang menerima dan mencairkan cek perjalanan, seperti yang dia lakukan. "Nama-nama anggota Komisi IX yang diduga menerima bisa juga dicari," kata Agus menambahkan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008