Jakarta (ANTARA News) - Mantan anggota Komisi IX DPR, Antony Zeidra Abidin melalui penasihat hukumnya, membantah pernah meminta uang kepada Bank Indonesia (BI) untuk keperluan penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan revisi UU BI. Penasihat hukum Antony, Maqdir Ismail setelah sidang kasus tersebut di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa, menegaskan bahwa yang meminta dana adalah anggota DPR, Daniel Tanjung. "Yang meminta ongkos itu adalah Daniel Tanjung," kata Maqdir. Sebelumnya, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam surat dakwaan yang dibaca bergantian oleh JPU Rudi Margono, KMS. Roni, Ketut Sumedana, dan Hadiyanto, menyatakan Antony Zeidra Abidin meminta uang kepada sejumlah pejabat BI. Menurut JPU, permintaan itu diutarakan dalam sebuah pertemuan antara sejumlah anggota Komisi IX dan pejabat BI. Pertemuan itu dihadiri oleh prtinggi BI, antara lain Aulia Pohan, Maman H. Soemantri, Bunbunan Hutapea, dan Burhanuddin Abdullah. Pihak DPR diwakili Antony Zeidra Abidin, Amru Al Mu'tasyim dan Daniel Tanjung. "Kalau mau tuntas masalah BLBI itu ada ongkosnya," ungkap JPU menirukan perkataan Antony dalam pertemuan itu. Maqdir tidak sependapat dengan dakwaan JPU tersebut, karena yang meminta 'ongkos' adalah Daniel Tanjung. Maqdir mendasarkan pendiriannya pada kesaksian Aulia Pohan yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan. Saat diperiksa oleh petugas KPK, menurut Maqdir, Aulia menegaskan bahwa Daniel Tanjung mengatakan pembahasan revisi UU BI dan masalah BLBI memerlukan dana. Dalam kesaksiannya, Aulia juga mengatakan permintaan diutarakan oleh Daniel hingga dua kali. Permintaan pertama terjadi pada saat pertemuan antara pejabat BI dan DPR, sedangkan permintaan kedua terjadi di sebuah masjid di Jakarta. Meski menyangkal meminta dana, Maqdir membenarkan bahwa Antony hadir dalam pertemuan dengan sejumlah pejabat BI. "Tapi Pak Antony tidak mengetahui soal perintaan ongkos itu," katanya. Kasus aliran dana BI telah menjerat lima orang, yaitu mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, mantan Deputi Direktur Hukum BI Oey Hoy Tiong, mantan Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simandjuntak, mantan anggota DPR Antony Zeidra Abidin, dan anggota DPR Hamka Yandhu. Berdasar laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kasus dana BI bermula ketika rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk mencairkan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp100 miliar. Oey diduga menyerahkan dana YPPI sebesar Rp68,5 miliar kepada pejabat BI yang saat itu terjerat kasus hukum dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yaitu mantan Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, mantan Deputi Gubernur BI Iwan R Prawiranata, dan tiga mantan Direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo. Pada pemeriksaan di KPK, Oey mengaku menyerahkan uang tersebut kepada para mantan pejabat BI. Namun, Oey mengaku tidak tahu lagi ke mana uang tersebut setelah diserahkan kepada mereka. Sedangkan uang senilai Rp31,5 miliar diduga diberikan oleh Rusli Simandjuntak dan Asnar Ashari kepada Komisi IX DPR, Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandu untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen UU No 23 Tahun 1999 tentang BI. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008