Jakarta, 10/9 (ANTARA) - FRIS merupakan wujud komitmen pemerintah dalam hal ini Departemen Kehutanan dalam membangun tata kepemerintahan yang baik (Good Governance), terutama dalam mewujudkan transparansi di bidang kehutanan. Berangkat dari upaya membangun good governance dengan memanfaatkan informasi sumber daya hutan yang perlu terus dikembangkan bagi proses pengambilan keputusan yang optimal, maka dibangun inisiatif para pihak termasuk Departemen Kehutanan, yang disebut dengan Forest Monitoring and Assessment System (FOMAS). Dengan dukungan dana dari World Bank, inisiatif awal diarahkan kepada lesson learnt, studi dan uji coba untuk mempersiapkan sistem pemantauan sumberdaya hutan yang handal. Dalam perkembangannya, kebutuhan informasi yang up to date, konsisten, sesuai kebutuhan, tepat waktu, dan terintegrasi, semakin besar dan pokok, sehingga FOMAS perlu diberi wadah yang lebih besar. Untuk itu, pada akhir tahun 2007 (pasca COP 13 di Bali), FOMAS tahap I mengalami transisi menjadi FOMAS tahap II. Nama FOMAS dirasakan kurang mewakili kebutuhan yang ada, sehingga sesuai kebijakan prioritas dan fokus kegiatan Departemen Kehutanan, FOMAS tahap II berganti nama menjadi Forest Resource Information System (FRIS). Seperti diamanatkan oleh UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), mengingat keterbukaan penyediaan informasi publik juga merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik. Dan badan publik wajib mengumumkan informasi publik secara berkala, sehingga keberadaan FRIS menjadi sangat strategis baik secara intern maupun ekstern. Pada tanggal 11 September 2008, Departemen Kehutanan akan menyelenggarakan workshop Forest Resource Information System (FRIS) di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta. Workshop tersebut akan membahas arah pembangunan FRIS sejalan dengan Perpres No. 85 tahun 2007, di mana Departemen Kehutanan sebagai salah satu simpul jaringan dalam tatanan Jaringan Data Spasial Nasional, serta UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP. Di samping itu, juga akan menyajikan persiapan pembangunan sistem penghitungan karbon di Indonesia (National Carbon Accounting System of Indonesia/NCASI), dokumentasi dan penyediaan data deforestasi nasional, serta pengembangan web GIS untuk penyebaran informasi terkait. FRIS pada dasarnya terinspirasi proyek National Forest Inventory (NFI) yang telah berakhir pada tahun 1997. Pada masanya, NFI cukup memberi informasi sumberdaya hutan Indonesia. Namun, dalam menjawab tantangan perkembangan kebutuhan informasi masa kini (baik internal maupun eksternal), sistem on line kepada publik, serta perhatian dunia internasional (seperti good governance, Reduce Emission from Deforestation and Degradation/REDD), maka NFI perlu dikembangkan menjadi FRIS. Untuk itu, Departemen Kehutanan dengan dukungan dari berbagai pihak, seperti institusi internasional (World Bank, World Resource Institute, Winrock International), institusi penelitian (ICRAFT), kerjasama bilateral (AUSAID, Department of Climate Change Australia, US Forest Service, Uni Eropa), institusi lokal (FWI, Sekala), universitas (University of Maryland, South Dakota State University), serta para pihak terkait lainnya, melakukan review, melengkapi dan menyusun desain besar kegiatan FRIS dalam FRIS grand design. FRIS merupakan kebutuhan sekaligus tantangan bagi bangsa Indonesia untuk membangun tata kepemerintahan yang baik dengan dilandasi komitmen menegakkan transparansi di bidang kehutanan. Ketersediaan informasi sumberdaya hutan yang menyeluruh dan terintegrasi merupakan kebutuhan yang mendasar dalam pengambilan keputusan yang tepat dalam mencapai Sustainable Forest Management (SFM). Sistem informasi yang terpisah-pisah atau parsial, tidak terintegrasi, tidak mengalir, tidak saling mendukung, serta tidak menggunakan basis data yang sama, akan menimbulkan terjadinya celah atau gap maupun tumpang tindih atau duplikasi dalam menghasilkan informasi sumberdaya hutan yang tepat bagi proses pengambilan keputusan. Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Ir. Masyhud, MM, Kepala Pusat Informasi Kehutanan, Departemen Kehutanan, Telp: (021) 570-5099, Fax: (021) 573-8732

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2008