Jakarta (ANTARA News) - Walikota Medan, Abdillah bersikeras tidak pernah melakukan korupsi keuangan daerah Kota Medan, seperti yang didakwakan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Abdillah menyatakan itu saat menyampaikan pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu. Terdakwa memohon kepada majelis hakim agar bertindak secara arif dalam menjatuhkan putusan karena terdakwa sama sekali tidak berniat melakukan korupsi. Abdilah mengaku menandatangani sejumlah dokumen yang dijadikan sebagai barang bukti oleh tim JPU. Namun demikian, dia membantah bahwa tindakan yang dilakukannya merupakan tindak pidana korupsi. "Kalaupun ada persetujuan dalam surat atau disposisi yang ada, itu semata-mata karena prosedur administrasi yang perlu dipenuhi," kata Abdillah. Abdillah mengaku tidak mengetahui tujuan pengajuan dokumen yang ditandatanganinya. Terdakwa juga memohon kepada majelis untuk tidak menghukumnya karena terdakwa tidak melakukan seperti yang dituduhkan. Ketika membacakan pembelaan, Abdillah beberapa kali meneteskan air mata. Bahkan, dia sempat berhenti membaca pembelaan untuk beberapa saat. Abdillah menangis ketika menceritakan kondisi keluarganya yang mengalami kehancuran akibat kasus yang menimpanya. Dia menceritakan, ibunya sakit dan harus menjalani perawatan dokter. Demikian juga istrinya yang harus menjalani terapi psikiater. Bahkan, dia mengaku anaknya yang masih duduk di bangku SMA tidak lagi bersekolah karena marasa malu memiliki ayah seorang terdakwa. Walikota Medan, Abdillah, didakwa oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menggunakan keuangan daerah Kota Medan sebesar Rp50,58 miliar untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain. Tim JPU yang terdiri dari Suharto, Muhibuddin, Chatarina, dan Afni Carolina menyatakan Abdillah melakukan hal itu bersama-sama dengan Wakil Walikota Medan, Drs. H. Ramli, MM yang disidangkan dalam berkas terpisah. Menurut tim JPU, sejak Juli 2002 sampai Desember 2006 keduanya telah menggunakan dana Anggaran Belanja Rutin pada Pos Setda Kota Medan Tahun Anggaran 2002 untuk keperluan pribadi. Tim JPU merinci Abdillah dan Ramli menghabiskan dana sebesar Rp2,13 miliar pada 2002, Rp12,99 miliar pada 2003, Rp19,3 miliar pada 2004, Rp10 miliar pada 2005, dan Rp6,15 miliar pada 2006. Uang yang mencapai Rp50,58 miliar itu digunakan untuk keperluan pribadi dan non dinas, seperti menjamu tamu pribadi, pembelian telepon seluler, pembelian lampu kristal, tiket pesawat. Tim JPU juga menyatakan Abdillah dan Ramli menggunakan uang tersebut untuk pembayaran rekening telepon dan air, asesoris mobil, biaya perjalanan Nanan Farach Duna Abdillah (istri Abdillah) ke Japang, serta pemberian kepada sejumlah anggota DPRD Kota Medan, Poltabes Medan, dan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Untuk menutupi hal tersebut, Abdillah dan Ramli sepakat membuat laporan pertanggungjawaban yang menggunakan data, proposal, serta kuitansi fiktif. Tim JPU juga mendakwa Abdillah telah memperkaya orang lain dalam proyek pengadaan satu unit mobil pemadam kebakaran pada Agustus 2005. Pengadaan mobil pemadam kebakaran model MLF 4-30 R itu menggunakan angaran Perubahan APBD Kota Medan 2005 dengan perkiraan kerugian negara mencapai Rp3,69 miliar. Tim JPU mendakwa, Abdillah bersama Ramli sepakat menggandeng PT Satal Nusantara, milik pengusaha Hengki Samuel Daud yang hingga kini masih buron. Abdillah dan Ramli dituduh mengetahui bahwa pembelian mobil pemadam kebakaran tersebut tanpa proses lelang.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008