Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PPP, Arwani Thomafi menilai pelaksanaan Pilkada langsung selama ini tidak mewujudkan kedaulatan rakyat namun cenderung kedaulatan modal.

"Sudah bukan menjadi rahasia umum, siapapun yang ingin menjadi kepala daerah, untuk tingkat kabupaten, saya memperhatikan untuk DPT yang sekitar 500 ribu, itu menghabiskan Rp20 miliar. Kalau lebih dari itu, misalnya satu juta, ya tinggal mengalikan saja," kata Arwani dalam diskusi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Arwani mengatakan, PPP sejak 2014 ketika pembahasan UU Pilkada, sependapat dengan pemerintah saat itu bahwa pelaksanaan Pilkada langsung lebih banyak kerugiannya.

Dia menilai evaluasi Pilkada wajib dilakukan misalnya terkait pembebanan anggaran, desain tahapan Pilkada, sehingga dapat mewujudkan prinsip kedaulatan rakyat.

"Bukan berarti tidak ada kelebihan-kelebihannya, ada namun antara kelebihan dan kerugian, itu lebih banyak kerugiannya. Dan pada saat itu, didasarkan atas kajian yang obyektif, bukan pendapat masing-masing parpol semata," ujarnya.

Menurut dia, kalau sistem tersebut sudah kebablasan dan terlalu jauh maka lebih baik dihentikan serta dilakukan evaluasi.

Dia menilai masyarakat jangan alergi untuk mendiskusikan evaluasi Pilkada langsung terkait pilihan apakah akan menggunakan sistem langsung atau tidak langsung kedepan.

"Jadi mari kalau memang ada ruang diskusi, kita diskusikan, sebenarnya yang paling pas itu apa," katanya.

Baca juga: DPR dalami urgensi evaluasi Pilkada langsung

Baca juga: Presiden tegaskan pilkada tetap melalui pemilihan langsung

Baca juga: DPR: Empat opsi sebelum evaluasi Pilkada langsung

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019