Jakarta (ANTARA News) - Kepercayaan dunia pada Indonesia membaik ditandai dengan banyaknya "buyers" Eropa dan Asia pada "Indonesia Tourism and Travel Fair 2008" di Jakarta Convention Center (JCC) tanggal 11-14 September 2008, demikian Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu di Mataram, Sabtu. "Itu berarti kemajuan sektor pariwisata, perdagangan dan perindustrian di Indonesia semakin baik, termasuk Bali dan Nusa Tenggara Barat," kata Mari. Mendag mengungkapkan, "buyer" berbagai negara yang menghadiri ITTF itu akan menjadi penyambung lidah Indonesia untuk menggambarkan situasi yang makin kondusif di Indonesia dari bidang pariwisata, perdagangan sampai sektor lainnya. ITTF dihadiri 85 buyers dari negara Asia seperti Jepang, Taiwan, Korea, Cina, Taiwan, India, Malaysia dan Singapura dan 21 negara Eropa seperti Jerman, Polandia, Hungaria, Austria serta 3 buyers dari Australia. Sementara peserta ITTF mencapai 131 peserta dari 26 provinsi, terdiri dari 30 peserta dari pemda dan dinas pariwisata, 19 dari perhotelan, 17 dari biro perjalanan wisata, 12 perwakilan asosiasi, 30 swasta, delapan perguruan tinggi dan 15 media. Peserta dari pemda dan dinas parisata peserta ITTF berasal dari 10 destinasi MICE unggulan tanah air yakni Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Batam, Medan, Makassar, Manado, Bukittingi dan Semarang. Mendag mengajak berbagai komponen masyarakat Indonesia untuk memelihara kenyamanan dan kedamaian wilayah sehingga menunjang kemajuan sektor pariwisata yang akhirnya berpengaruh pada sektor perdagangan dan sektor lainnya. Mendag juga menginformasikan, Amerika Serikat telah mencabut peringatan bepergian ke Bali dan sejumlah daerah lain Indonesia. "Itu berarti kepercayaan Amerika terhadap Indonesia kembali membaik dan akan sangat berpengaruh pada kemajuan perekonomian kita," ujar Pangestu. Tapi, Australia hingga kini belum mencabut peringatan tersebut yang tetap meminta warganya untuk menunda kunjungan yang tidak penting ke Indonesia. Anjuran itu berlaku sejak Bom Bali Oktober 2002. Indikator "travel warning" didasarkan pada penilaian terhadap serangkaian informasi dari kedutaan besar, komisi tinggi dan konsulat Australia tentang kondisi keamanan di Indonesia. Rekomendasi pelarangan ini juga diperoleh dari laporan intelijen, khususnya informasi tentang perkiraan ancaman yang diberikan badan intelejen Australia serta hasil konsultasi dengan pemerintah AS, Inggris, Kanada dan Selandia Baru yang juga mengeluarkan peringatan serupa. Khusus Australia, penghapusan "travel advisory" itu makin sulit menyusul peristiwa Bom Bali II pada 1 Oktober 2004 yang menewaskan sedikitnya 22 orang. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008