Jakarta (ANTARA News) - Koordinator Pimpinan Kolektif Nasional (PKN) Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) Laksamana Sukardi menilai DPR telah mengkhianati amanat rakyat dan tidak punya konsistensi terkait dengan rencana perubahan UU Pemilu, khususnya tentang penentuan calon anggota legislatif (caleg) terpilih berdasarkan suara terbanyak. "Kalau bikin UU sembarang seperti itu jelas buang-buang uang rakyat. UU Pemilu itu kan belum dilaksanakan tetapi sudah mau diubah lagi," katanya kepada pers seusai buka puasa bersama PDP dengan ribuan anak yatim dan masyarakat di sekitar kediaman Laksamana Sukardi di kawasan Blok S, Jakarta Selatan, Sabtu malam. Ditegaskannya bahwa perubahan UU Pemilu itu pada dasarnya hanya main-main saja dan sekedar mencari keuntungan partai-partai tertentu sehingga sifatnya yang tambal sulam seperti itu pasti akan berdampak pada terulangnya pola serupa di masa-masa mendatang. Sebagai partai baru, katanya lagi, PDP memang tidak bisa berbuat banyak terhadap berbagai keputusan untuk mengubah UU itu. Tetapi setiap partai tentunya akan mengubah startegi masing-masing dengan adanya penyesuaian terbaru dari UU itu. "Kalau suara terbanyak memang lebih demokratis, tetapi setingnya juga harus disesuaikan pula dengan kursi yang diperebutkan. Artinya nanti nanti tim parpol berhadapan dengan tim parpol lainnya," katanya. Sementara kalau perubahan itu dilakukan mendadak dari semula berdasarkan nomor urut menjadi suara terbanyak, maka yang mungkin terjadi adalah saling tusuk menusuk di antara kader internal partai. Mau diubah, tentunya ada waktu untuk sosialisasi. Laksamana meminta agar apabila UU Pemilu diubah, maka partainya juga minta ditambahnya waktu untuk sosialisasi karena saat ini pihaknya merancang strategi dengan didasarkan pada aturan UU yang lama. "Jadi semua harus proporsional dalam menentukan perubahan yang akan dilakukan dan tidak serta merta karena mengakomodasi keinginan pihak2 tertentu saja," ujarnya. Sementara jika UU Pemilu tidak diubah, caleg nomor 1 bisa mengajukan PTUN terhadap partai yang menganut suara terbanyak dan gugatan itu bisa saja menang sehingga semua tatanan yang ada bisa menjadi bubar semuanya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008