Jayapura (ANTARA News) - Aliansi Masyarakat Mimika Bersatu untuk Transparansi dan Akuntabilitas Publik tetap menunggu kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Tanah Papua dalam rangka menangani berbagai kasus dugaan korupsi yang merajalela di hampir semua kabupaten/kota di Provinsi Papua dan Papua Barat terutama sejak diberlakukannya UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Papua. Hal itu disampaikan Ketua Aliansi Masyarakat Mimika Bersatu, Wilhelmus R.Dekme,S.Sos kepada ANTARA di Timika, Senin sehubungan dengan harapan masyarakat Papua agar dana pembangunan Otsus benar-benar dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat di kampung-kampung terutama untuk bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi dan infrastruktur. "Sejak diberlakukannya UU Otsus Papua, begitu besar dana pembangunan mengalir ke Papua dan bersamaan dengan itu praktek-praktek korupsi pun merajalela ke hampir semua kabupaten dan kota sementara rakyat di kampung-kampung tetap miskin, bodoh dan terkebelakang. Karena itu rakyat tetap menunggu kehadiran KPK di Papua," katanya. Dia mengakui kalau pihaknya sudah bertemu KPK di Jakarta dalam rangka menuntaskan kasus dugaan korupsi di lingkup Pemerintah Kabupaten Mimika selama masa kepemimpinan Bupati Klemen Tinal khususnya tahun 2004-2006. Dia sependapat dengan Direktur Lembaga Penguatan Masyarakat Sipil Papua, Budi Setyanto bahwa kehadiran KPK di Papua dimungkinkan sesuai amanat pasal 19 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan bahwa KPK dapat membentuk perwakilan di daerah Provinsi. "Rakyat Papua justeru mengharapkan agar KPK segera membuka kantor perwakilannya di Provinsi Papua dan Papua Barat," kata Wilhelmus. Dengan demikian, uang rakyat yang dikorupsi selama ini dapat diselamatkan. Dengan demikian, rakyat di kampung-kampung tidak terus-menerus hidup dalam kemiskinan, bukan karena Indonesia tidak memiliki uang untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua tetapi lantaran uang untuk rakyat telah dikorupsi pejabat di lingkungan birokrasi. "Kami sudah berulang kali menegaskan, jika kita ingin agar Papua tetap berada dalam pangkuan ibu pertiwi Indonesia maka korupsi di tanah Papua harus segera diberantas. Para koruptor harus diseret ke dalam penjara. Jika tidak diberantas maka rakyat akan meneriakkan kemerdekaan akibat terus dililit rantai kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan," tegasnya. Menurut dia, Aliansi ini telah memberikan laporan dugaan korupsi di Kabupaten Mimika yang terjadi pada Tahun Anggaran 2004 hingga 2006 kepada KPK dimana kerugian negara diperkirakan mencapai Rp90 Miliar. Uang negara itu diduga dikorupsi dari berbagai kegiatan pembangunan, mulai dari pembangunan infrastruktur, bantuan kemasyarakatan, perjalanan dinas, pajak penghasilan yang tidak dipotong, kelebihan pembayaran yang tidak sesuai dengan Surat Perintah Kerja (SPK) untuk 15 rekanan serta kegiatan pembangunan lainnya. Selain itu, terjadi dugaan korupsi pembelian kapal LCT Karaka II Tahun 2004. "Kami telah menemui KPK dan meminta agar lembaga ini secepatnya datang ke Mimika untuk memberikan police line sehingga mereka yang diduga mengorupsi uang negara miliaran rupiah itu tidak melarikan diri ke luar Mimika dengan demikian supremasi hukum ditegakkan, uang rakyat diselamatkan dan rasa keadilan rakyat terpenuhi," katanya. Pihaknya menjemput bola dengan datang ke Jakarta temui KPK untuk melengkapi dokumen dugaan korupsi di Mimika walaupun pihak KPK sendiri sudah memiliki dokumen dugaan korupsi masa kepemimpinan Bupati Klemen Tinal yang autentik. Dengan demikian, rakyat Papua semakin percaya pada lembaga penegak hukum dan lembaga pemberantas korupsi di negara tercinta Indonesia, kata Wilhelmus.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008