Jakarta (ANTARA News) - Analis Valas PT Bank Himpunan Saudara Tbk, Rully Nova, mengatakan, rupiah dalam waktu dekat akan bisa menembus Rp9.500 per dolar AS, karena tekanan dari pasar global makin kuat, meski Bank Indonesia (BI) sudah masuk pasar. "Saya optimis rupiah bisa mencapai angka batas psikologis Rp9.500 per dolar AS karena tekanan dari pasar global makin menguat, menyusul bergugurannya sejumlah perusahaan keuangan AS," katanya di Jakarta, Selasa. Rupiah sebelumnya sempat mencapai Rp9.470 per dolar AS, namun kemudian menguat hingga di posisi Rp9.450 per dolar AS, akibat intervensi BI dengan melepas cadangan dolarnya. Dikatakannya, BI mengalami kesulitan menjaga rupiah yang makin tertekan. Karena itu, pemerintah siap mendukung BI untuk menggunakan dana pemerintah yang ada di BI. "Kami optimis pemerintah dan BI akan bekerjasama untuk menahan gejolak global tersebut yang cenderung makin kuat, katanya. Fundamental ekonomi Indonesia masih cukup baik. Jadi keterpurukan rupiah karena masalah global yang hampir terjadi di setiap negara, dimana semua mata uang Asia terkoreksi akibat menguat dolar AS. Karena itu, rupiah kalau tidak diperkuat dalam waktu dekat akan bisa mencapai angka psikologis Rp9.500 per dolar AS, ucapnya. Rupiah juga dikhawatirkan akan mendapat tekanan apabila pemilihan umum pada tahun depan berjalan tidak sesuai yang diinginkan. Jika tekanan global mereda dan pemilu berjalan dengan baik, maka rupiah akan bisa bergerak naik. "Kami harapkan pemerintah dapat menangani pemilu dengan baik, sehingga rupiah yang semula terpuruk akan kembali membaik," ucapnya. Sementara itu, dolar AS naik terhadap euro, meski perusahaan keuangan AS Lehman Brothers mengalami kebangkrutan akibat kredit bermasalah AS. Mata uang tunggal Eropa mencapai 1,4168 dolar turun dari 1,4229 dolar. Dolar AS terhadap yen capai 106,12 yen dari 107,92 yen. Dolar menguat karena gejolak di sektor keuangan AS mendorong para investor mengambil posisi menentang risiko (risk aversion) dengan lebih menyukai mata uang AS. Meski krisis keuangan terjadi di Amerika Serikat, dolar masih dirasakan sebagai sebuah tempat perlindungan, kata Ruly Nova. Para investor yakin bahwa ekonomi AS akan menjadi lebih baik dapat bertahan dari pengaruh kekacauan pasar finansial di Asia dan Eropa, ujarnya. (*)

Copyright © ANTARA 2008