Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Uji Materi UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), di Jakarta, Selasa. Sidang tersebut dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan permohonan uji materi perkara no. 22/PUU-VI/2008 dan Perkara no. 24/PUU-VI/2008. Perkara No. 22/PUU-VI/2008 dimohonkan oleh Muhammad Sholeh, calon anggota DPRD Jawa Timur periode 2009-2014 untuk daerah pemilihan satu Surabaya-Sidoarjo dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 55 ayat (2) dan Pasal 214 huruf a, b, c, d, e UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Menurut pemohon Pasal 55 UU tersebut memperlihatkan adanya "arogansi" dan "diskriminasi" yang membedakan antara calon legislatif (Caleg) laki-laki dan perempuan. Pada dasarnya perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang sama di depan hukum maupun dalam pemerintahan termasuk juga politik. Tidak dibenarkan di dalam penyusunan daftar nama caleg antara laki-laki dan perempuan dibedakan. Sementara itu, Pasal 214 huruf a, b, c, d dan e UU tersebut menentukan calon anggota DPR, DPD dan DPRD terpilih ditentukan berdasarkan calon yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 30 persen dari BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) serta jika calon yang memenuhi syarat perolehan suara 30 persen lebih banyak dari jumlah kursi maka kursi diberikan kepada calon yang memiliki nomor urut kecil. Sebaliknya, jika calon yang memenuhi ketentuan perolehan suara 30 persen kurang sedangkan jumlah kursi banyak maka kursi yang belum terbagi diberikan kepada calon berdasarkan nomor urut. Ketentuan ini, menurut Pemohon tidak memberikan perlakuan yang sama di depan hukum. Sementara itu pemohon uji materi UU Pemilu lainnya yaitu Sutjipto S.H., M.Kn. (Calon anggota DPR RI dari Partai Demokrat), Septi Notariana, S.H., M. Kn., (Calon anggota DPR RI dari Partai Demokrat) dan Jose Dima Satria, S.H., M.Kn., (perorangan warga Negara Indonesia) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Pasal 205 ayat (4) dan ayat (5) serta Pasal 214 UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A ayat (1), Pasal 6A ayat (4), Pasal 22E ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pemohon mendalilkan bahwa pasal-pasal UU tersebut bertentangan dengan norma-norma konstitusi karena dapat mengakibatkan terpilihnya anggota DPR yang tidak mewakili rakyat yang memilih pada daerah pemilihan. Dalam aturan UU tersebut, ditentukan bahwa sisa suara Partai Politik peserta Pemilu dikumpulkan di propinsi untuk menentukan Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) DPR yang baru di propinsi yang bersangkutan. Para Pemohon sepakat bahwa seharusnya calon anggota legislatif yang berhak menjadi wakil rakyat ialah mereka yang memiliki jumlah suara terbanyak bukan yang berdasarkan nomor urut. Sidang panel permohonan uji materi perkara tersebut dipimpin, Ketua Majelis Panel Hakim, Arsyad Sanusi.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008