Jakarta (ANTARA News) - Mantan kepala ekonom Dana Moneter Internasional (IMF) Kenneth Rogoff menyatakan, pemerintahan Presiden George Bush dan Kongres Amerika Serikat adalah pihak yang paling patut dipersalahkan atas krisis keuangan yang menghajar AS untuk kemudian menjalar ke seluruh dunia. "Sistem politik AS tampaknya sengaja mengabaikan persoalan ini dan pada banyak kasus malah menekan otoritas keuangan untuk tidak melakukan apa pun," kata Kenneth dalam wawancara ekslusif dengan Mingguan Jerman, Der Spiegel, dua hari lalu. Kenneth menyebut krisis keuangan kali ini adalah yang terburuk sejak Perang Dunia II, sehingga siapa pun tidak dapat menyembunyikannya seolah perekonomian baik-baik saja. "Sistem keuangan AS telah membengkak, terlalu gemuk dan ceroboh pada banyak bagiannya. Kini sistem itu tengah memudar," kata Kenneth. Ia kemudian mengisahkan, pada 2006, sektor keuangan AS menikmati sepertiga keuntungan yang diraup perusahaan-perusahaan AS meskipun porsinya terhadap PDB AS hanya dua atau tiga persen. Ia mengkritik alokasi uang yang jor-joran yang dipraktikkan sistem keuangan AS dan sering dilakukan dengan mengabaikan risikonya. "Goldman Sachs sendiri menyalurkan 16,5 miliar dolar AS hanya untuk membayar bonus 26 ribu karyawannya. Maaf, saya kira ini sulit dipercaya," katanya. Kenneth memandang, industri keuangan AS sekarang tengah berkerut hingga 50 persen dari ukuran sebelum krisis keuangan sekarang, dan tidak akan lagi bisa menarik keuntungan sebanyak yang dibukukannya di tahun-tahun lalu. "Produk-produk keuangan yang didasarkan pada pengetahuan khayali dan derivatif ini tidak akan kembali dan ini amat menyakitkan. Para investor akhirnya sadar bahwa model penghitungan keuntungan yang ditawarkan bank-bank investasi itu hiasan belaka," kata Kenneth. Ekonom ini menilai, karena sistem keuangan AS tetap membengkak ke dalam, bank sentral AS (Federal Reserve) akan sulit mundur lagi karena kalau tidak semua bank di AS berisiko terjerembab. Ia mengkritik upaya penyelamatan sistem finansial AS yang dilakukan otoritas keuangan negeri itu karena hanya akan membuat uang para pembayar pajak berhamburan sia-sia. "Saya tak akan kaget jika pembayar pajak AS mesti mengeluarkan 1 triliun dolar AS untuk (menalangi kerusakan sistem finansial) ini," katanya. Yang jelas, demikian Kenneth, resesi yang berbarengan dengan krisis keuangan membutuhkan waktu lama untuk memperbaikinya dan akan menggerus kemampuan perekonomian AS sehingga ekonomi AS tumbuh sangat lambat pada 2009, hanya satu persen. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008