Mbabane (ANTARA News) - Para pemilih berbaris Jumat untuk memberikan suara mereka di monarki absolut terakhir di Afrika, Swaziland, untuk memilih aggota parlemen berdasar konstitusi yang telah ditulis kembali yang masih melarang partai politik. Menjelang pemilihan terlihat protes luas, blokade perbatasan dan permintaan akan pemilihan multi-partai. Partai politik di kerajaan gunung kecil terkurung daratan yang dilingkungi Afrika Selatan itu telah dilarang sejak 1973. "Semua dari 342 tempat (pemungutan suara) telah dibuka dan kami akan mengantisipasi akhir yang baik," kata wakil ketua komisi pemilihan dan perbatasan, Mzwandile Fakudze. Tempat itu dibuka pukul 7 waktu setempat (pukul 12 WIB) dan akan ditutup 11 jam kemudian. Para kandidat yang akan memperebutkan kursi di parlemen hanya dapat mencalonkan diri sebagai calon independen menurut sistim tradisional Tinkhundla. Ini pertama kalinya pemilihan akan diadakan menurut konstitusi yang telah diamandemen, yang diberlakukan pada 2006, yang membolehkan kebebasan untuk membuat perkumpulan tapi masih mempertahankan larangan terhadap partai politik. Pengamat asing juga diperbolehkan mengawasi pemilihan untuk pertama kalinya. Banyak pemilih telah mengantri di tempat pemungutan suara sebelum tempat dibuka. Sekitar 300 orang yang sebagian besar orang Swaziland yang sudah tua -- yang mengenakan pakaian tradisional yang cerah -- berbaris di luar sebuah tempat di stasiun Zulwini di ibukota Mbabane menunggu dengan sabar. "Kami memiliki lebih dari enam misi pengawas asing dari organisasi yang berbeda. Pemilihan akan bebas dan adil. Kami yakin bahwa proses itu akan berlangsung tanpa gangguan apapun," kata Fakudze. Polisi bersenjata disebar di seluruh kerajaan itu untuk mengawasi sekolah dan bangunan umum lainnya yang digunakan sebagai tempat pemungutan suara. Para calon bersaing untuk memperebutkan 55 kursi di majelis nasional. Raja Mswati III kemudian akan mencalonkan 10 orang lain untuk majelis yang akan memilih 10 wakil untuk senat. Raja akan memilih 20 orang yang lain untuk majelis tinggi itu (senat). Mswati, yang memerintah negara itu dengan ibunya, juga akan menunjuk seorang perdana menteri dan pejabat penting pemerintah lainnya. "Hanya kurang dari 50.000 dari 400.000 pemilih yang memenuhi syarat yang tidak terdaftar. Kampanye pendaftaran kami selama dua bulan dan kesadaran pemilih telah menarik sejumlah besar pemilih muda," kata wakil komisi pemilihan Fakudze. Partai politik yang dilarang dan kelompok masyarakat madani telah berjuang untuk pemilihan banyak-partai dan penghapusan monarki. Menjelang pemilihan telah dinodai oleh unjuk rasa kemarahan dan blokade atas perbatasan negara itu oleh serikat dagang dan partai politik. Raja, yang mempertahankan cengkeraman ketat atas negara miskin yang dikurung daratan dari satu juta penduduk itu, telah dikecam oleh kritikus karena gaya hidupnya yang boros dan kegemarannya akan mobil cepat, istana mewah dan pesta yang berlebihan. Nomusa Nhleko, 32, mengatakan ia tidak pernah memilih sebelumnya kecuali hanya didaftar sekitar waktu ini untuk mendapat kartu pemilih karena itu merupakan dokumen penting untuk mendapatkan akses ke hal lainnya seperti pekerjaan. "Saya telah diberi tahu bahwa ketika anda tidak memiliki kartu pemilih, tidaklah mungkin mendapat akses ke hal seperti beasiswa dan pekerjaan di pemerintah untuk anda atau anak anda," katanya. Pemilihan itu terjadi dua pekan setelah pemerintah dan raja diserang karena mengadakan pesta 12,2 juta dolar untuk merayakan 40 tahun kemerdekaan dari Inggris dan juga ulang tahun raja. Negara Mswati merupakan salah satu yang paling miskin di Afrika, dengan salah satu angka HIV tertinggi di dunia, dan beberapa orang mempersalahkan gaya hidup mewah, yang diponsori negara pimpinan-raja karena menghabiskan keuangan Swaziland, demikian AFP.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008