Yogyakarta (ANTARA News) - Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono X masih belum mau menanggapi menerima atau menolak konsep "pararadya" yang kini dibahas dalam Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY oleh pemerintah pusat dan di DPR RI. "Saya belum akan bicara soal `pararadya`. Nanti akan saya bicarakan di Komisi II DPR," kata Sultan usai mengukuhkan anggota Lembaga Ombudsman Daerah (LOD) dan Lembaga Ombudsman Swasta (LOS) DIY periode 2008-2011 di Bangsal Kepatihan Yogyakarta, Jumat malam. Ia hanya menjawab singkat soal konsep `pararadya` tersebut dengan mengatakan, "Silakan saja mau diterima atau ditolak, sama saja. Mau disetujui atau ditolak, boleh saja". "Bagi saya, tidak apa-apa, itu baru draft, bisa disetujui, bisa juga ditolak," katanya. Sebelumnya, Mendagri Mardiyanto sempat mengatakan salah satu materi penting yang dijelaskan dalam draft RUU Keistimewaan DIY adalah mengenai status Sultan dan Paku Alam. Sultan dan Paku Alam nantinya tidak otomatis menjabat Gubernur dan Wakil Gubernur DIY sebagaimana diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 1950 tentang Keistimewaan DIY. Setelah berakhirnya masa jabatan gubernur dan wakil gubernur periode 2003-2008, Sultan HB X dan Paku Alam IX akan didudukkan sebagai `parardya` yang bertahta secara sah dengan kewenangannya yang dapat mencerminkan Keistimewaan DIY. Kewenangan Sultan dan Paku Alam sebagai `parardya` antara lain menyetujui maupun menolak bakal calon gubernur dan wakil gubernur, baik yang diusung parpol maupun dari calon perseorangan meskipun KPU telah menyetujui bakal calon tersebut. Kemudian berwenang memberi arahan tentang kebijakan dan penetapan kelembagaan pemerintah Provinsi DIY, termasuk urusan pertanahan, penataan ruang dan kebudayaan. Sultan dan Paku Alam juga berwenang menyetujui maupun menolak Rancangan Peraturan Daerah Istimewa (Perdais) yang telah disetujui gubernur bersama DPRD DIY.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008