Bandarlampung (ANTARA News) - Selama bulan Ramadhan 1429 Hijriah, kelanting (makanan ringan olahan dari singkong) produk dari perajin makanan di Kabupaten Tanggamus yang terkenal di Provinsi Lampung, sepi pemesan. Sebagai kudapan yang murah dan meriah di waktu senggang, menurut para pembuat dan pedagang kelanting, di Pringsewu, Tanggamus (Lampung), Jumat malam, saat puasa tahun 2008 ini seperti `kalah` bersaing dengan banyak kue-kue lain. Padahal selama ini, makanan kecil kelanting itu terkenal dari daerah Pringsewu, dengan daerah pemasaran ke Kota Bandar Lampung, Lampung Barat, Rawajitu Kabupaten Tulangbawang, dan juga Jabodetabek di luar Lampung. Salah satu industri rumah tangga kelanting ini di Tanggamus itu, adalah yang dikelola Ny Turmini (56), telah menjalankan usaha kelanting sejak tahun 1999. Jumlah tenaga harian yang membantunya tujuh orang. Setiap empat hari sekali, Turmini mengeluarkan modal sejumlah Rp500.000, dengan perolehan harga jual Rp7.000/kg, berarti bisa mendapatkan untung Rp200.000. Bahan dasar pembuatan kelanting adalah singkong yang dikukus, kemudian ditumbuk dan digiling serta dibumbui dengan garam, penyedap rasa, bawang putih dan juga vetsin. Setelah jadi, lalu dijemur, kemudian baru digoreng. Tiga kwintal singkong mentah menjadi satu kwintal kelanting yang siap dipasarkan. Industri rumah tangga itu, antara lain terletak di Desa Sukoharjo Satu, Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Tanggamus. Pembuat kelanting di desa itu, kurang lebih tujuh kepala keluarga (KK). Salah satunya, Turmini, berharap ada kredit atau bantuan dari pemerintah berupa modal usaha yang akan mendukung mengembangkan usaha kelantingnya. Para pembuat kelanting itu mengeluhkan pengurangan omset penjualan selama puasa Ramadhan ini, diduga karena kurang permintaan untuk dijual ke tempat biasa mereka memasarkannya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008