Bukan hanya perekonomian dunia tapi volume perdagangan global 2019 ini juga diproyeksikan rendah hanya tumbuh 1,1 persen
Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pemerintah memproyeksikan perekonomian Indonesia akan mengalami pertumbuhan hingga sebesar 5,05 persen pada akhir 2019.

"Apa saja yang kami pikirkan sebagai langkah untuk menggiring perekonomian lebih baik. Saya mau memulai seperti biasa dengan kondisi dunia,” katanya dalam acara the 3rd Consumer Banking Forum Arah dan Tantangan Perekonomian Indonesia di Hotel Le Meridien, Jakarta, Rabu.

Suahasil menuturkan proyeksi tersebut berdasarkan ekspektasi dari pertumbuhan ekonomi global yang semakin menurun yaitu diperkirakan hanya akan tumbuh 3 persen pada tahun ini atau di bawah perkiraan awal yaitu 3,7 persen.

Selain itu, volume perdagangan dunia yang tumbuh lebih lambat dibandingkan 3,6 persen pada 2018 dan 5,5 persen pada 2017 juga menjadi faktor Kemenkeu untuk memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,05 persen tersebut.

“Bukan hanya perekonomian dunia tapi volume perdagangan global 2019 ini juga diproyeksikan rendah hanya tumbuh 1,1 persen. Artinya ekspor dan impor dunia melemah,” ujarnya.

Ia menyebutkan berbagai krisis dan perlemahan global perlahan telah mempengaruhi sektor penunjang pertumbuhan ekonomi tanah air meskipun Indonesia lebih banyak ditopang oleh adanya konsumsi domestik.

Baca juga: Pemerintah optimis ekonomi 2020 tumbuh di atas 5,3 persen

Suahasil menuturkan pertumbuhan konsumsi domestik yang masih menjadi penopang utama itu memiliki kontribusi mencapai 57,8 persen pada PDB dan 1,83 persen terhadap pendapatan Indonesia pada kuartal III-2019.

"Kita punya beberapa hal yg harus kita waspadai terus, perang dagang, risiko geopolitik, dan sebagainya. Pengaruh dari global itu masuk lewat tiga hal,” katanya.

Pertama adalah melalui pasar finansial yang justru mendapat dampak positif adanya aliran modal asing yaitu pada SBN, saham, dan Surat Berharga Bank Indonesia (SBI) akibat tren penurunan suku bunga global.

Kedua adalah pada pertumbuhan investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI) sebab Indonesia belum mendapat dampak positif pada FDI saat krisis global sekarang.

"Sebenarnya dampak positif yang besar kita harapkan dari jalur ini karena sifatnya lebih pasti, berbeda dengan upside di pasar finansial yang sangat temporer,” ujarnya.

Baca juga: Indef proyeksikan ekonomi RI 2020 tumbuh 4,8 persen

Suahasil menilai dalam menarik FDI diperlukan kepercayaan investor pada berbagai aspek mulai dari makroekonomi, infrastruktur, ketenagakerjaan, regulasi, dan perizinan.

Ketiga adalah melalui sektor perdagangan sebab jika perdagangan dunia menurun maka kinerja ekspor dan impor Indonesia turut melemah.

Di sisi lain, Suahasil menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada kuartal III-2019 sebesar 5,02 persen dinilai masih cukup kuat dibandingkan negara lain seperti Jepang, Singapura, dan China.

"Singapura bahkan tidak tumbuh atau 0 persen, Jepang juga hanya 0,9 persen, dan China tumbuhnya makin mendekati level bawah 6 persen,” jelasnya.

Ia pun optimis daya beli masyarakat dan pertumbuhan konsumsi domestik bisa tetap tinggi melalui kondisi inflasi yang stabil yaitu pada kisaran 3 persen sejak 2015 dan fungsi stabilisasi APBN yang berjalan efektif.

“Kita berusaha pertumbuhan ekonomi pada level 5 persen tetap terjaga meski saya mengerti aspirasinya bisa di atas itu,” ujarnya.

Sebelumnya pada Kamis (29/8), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,08 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada 2019 atau lebih rendah dari asumsi pemerintah sebelumnya sebesar 5,2 persen.

"Total untuk 2019, pertumbuhan kami proyeksikan jadi 5,08 persen (yoy) atau mendekati 5,1 persen. Outlook atau proyeksi masih di 5,2 persen. Tapi, secara internal kami lihat di 5,08 persen," kata Sri.

Baca juga: Sri Mulyani: Investasi tekan utang sebagai sumber pertumbuhan ekonomi

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019