Manila (ANTARA News) - Bentrokan berdarah di antara militer Filipina dengan gerilyawan separatis muslim menyebabkan tujuh tentara dilaporkan tewas, demikian laporan pihak militer yang dikutip AFP, Selasa. Tiga tentara, termasuk seorang petugas, tewas dan 12 lainnya terluka dalam bantu-tembak senjata berat dengan satuan Front Pembebasan Islam Moro (MILF) di dekat kota Datu Piang Senin pagi. Empat tentara tewas dalam bentrokan terpisah pada malam harinya di kota terdekatnya, kata jurubicara militer Letkol Ernesto Torres. Baku-tembak masih berlangsung antara gerilyawan dan militer di tanah rawa, di mana gerilyawan MILF berhasil menghilang, kata laporan-laporan. Jumlah korban tewas Senin adalah terbesar dalam pertempuran sehari bagi pihak militer, sejak pertempuran antara mereka pecah sejak Agustus lalu. "Hanya dalam pertempuran kemarin bahwa kami menderita banyak korban," kata torres. "Sepanjang bulan September, bulan suci Ramadan, kami hanya menderita korban empat tewas dan beberapa cedera," ujarnya. Gerilyawan MILF sebelumnya telah memperingatkan, bahwa pertempuran-pertempuran besar serang dan menghindar terhadap militer akan kembali dilancarkan setelah Ramadan, yang berakhir Rabu, di pulau selatan Mindanao. Presiden Gloria Arroyo telah menghentikan perundingan-perundingan dengan MILF setelah dua faksi MILF melancarkan serangan-serangan mematikan di seluruh Mindanao pada Agustus, yang mengakibatkan puluhan warga sipil tewas dan lebih dari 100 rumah dibakar. Lebih dari setengah juta orang juga telah dibuat sengsara oleh perang, yang dimulai 10 Agustus atau hanya beberapa hari setelah Mahkamah Agung Filipina menghentikan kesepakatan, yang akan memberikan hak kepada MILF untuk menguasai wilayah otonomi Muslim. Dalam pesannya kepada warga Muslim yang memperingati Hari Raya Idul Fitri, yang menandai berakhirnya Ramadan, Arroyo mengatakan dia masih memegang komitmen terhadap perdamaian, namun perundingan-perundingan akan dilanjutkan jika MILF dilucuti senjatanya dan mereka yang bertanggungjawab terhadap serangan-serangan menyerah. "Aksi kekerasan harus dihentikan, tatanan harus diperbarui," kata Arroyo dalam pernyataannya. "Tidak ada ruang untuk melakukan kekerasan terhadap warga sipil yang tidak berdosa," ucapnya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008