Hingga September 2019, nilai ekspor produk pertanian Jateng mencapai Rp2,51 triliun
Semarang (ANTARA) - Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Jawa Tengah Suryo Banendro mengatakan petani milenial berkontribusi dalam mendongkrak nilai ekspor berbagai komoditas pertanian Jateng ke sejumlah negara tujuan.

"Hingga September 2019, nilai ekspor produk pertanian Jateng mencapai Rp2,51 triliun, adapun komoditas yang diminati pasar internasional antara lain kedelai, edamame, petai, jengkol, kapulaga, kacang-kacangan, kopi, dan daun kelor," katanya di Semarang, Rabu.

Selain itu, beras hitam, daun cincau, gula merah dan margarin asal Jawa Tengah pun rutin diekspor ke Australia, Malaysia, Srilanka, dan Bangladesh, bahkan nilai ekspor sarang burung walet mencapai Rp4,2 miliar.

Baca juga: Mekanisasi pertanian tarik minat kaum milenial

Dari beberapa komoditas tersebut, kopi menjadi produk pertanian yang paling diminati, bahkan kopi hasil produksi pertanian Jateng sudah memiliki sembilan negara tujuan ekspor, yakni Mesir, Italia, Georgia, Jepang, Iran, Uni Emirat Arab, Spanyol, Korea Selatan, dan Taiwan.

Ia mengungkapkan jumlah petani milenial sebanyak 975.600 orang atau 33,7 persen dari 2,88 juta petani di Jawa Tengah dan sebanyak 57.600 orang diantaranya merupakan lulusan sarjana.

Menurut dia, kehadiran petani milenial yang konsentrasi pada 22 komoditas hortikultura, tanaman pangan, dan hasil perkebunan ini diyakini membawa angin segar pada sektor pangan.

Baca juga: Kementan ingatkan petani milenial kuasai teknologi pertanian 4.0

Suryo berpendapat, sektor ini memang perlu dikelola sumber daya manusia yang berkualitas, inovatif, dan adaptif terhadap perkembangan teknologi demi memenuhi kebutuhan pokok masyarakat.

Tingginya pemanfaatan inovasi pertanian oleh petani milenial juga berimbas pada jumlah produksi sehingga meskipun lahan pertanian di Jawa Tengah menyusut dari 1.000.699 hektare tahun lalu menjadi 1.000.577 hektare pada tahun ini.

Kendati demikian, produksi pertanian justru meningkat dari 9,8 juta ton menjadi 9,11 juta ton.

"Ternyata modernisasi pertanian lebih efektif, selisih panennya sangat banyak. Sebelum modernisasi 5,4 ton gabah kering giling setelah modernisasi jadi 5,8 ton gabah per hektare. Secara riil jika kita lihat produksi padi meningkat karena petani Jateng sangat merespon terhadap modernisasi terutama dalam hal penggunaan benih unggul," katanya.

Baca juga: Modernisasi sistem tingkatkan produksi pertanian di Jateng
Baca juga: Menteri Pertanian apresiasi peningkatan ekspor hasil pertanian Jateng
Baca juga: Pelaku usaha sarang burung walet Jateng diajak tingkatkan kualitas

Pewarta: Wisnu Adhi Nugroho
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019