Jakarta (ANTARA) - Bisnis keluarga sudah lama terbukti menjadi mesin pertumbuhan bagi perekonomian di banyak negara, tak terkecuali di Indonesia, yang mempunyai berbagai perusahaan milik keluarga.

Perusahaan-perusahaan tersebut mampu menciptakan lapangan pekerjaan, dan beberapa memainkan peran kunci di dalam perekonomian.

Di ranah transportasi Indonesia, misalnya, ada 4848 Group yakni perusahaan pelopor angkutan antarkota. Berdiri sejak 1959, perusahaan yang dirintis oleh Irawan Sarpingi itu tak hanya membantu masyarakat di sektor transportasi Bandung-Jakarta, tetapi juga anggota ABRI (sekarang TNI) yang saat itu kesulitan mendapatkan transportasi Bandung-Jakarta dan sebaliknya.

Irawan memulainya dengan mengoperasikan beberapa unit sedan Holden dan Chevrolet Suburban. Pada saat itu, angkutan umum yang menghubungkan Bandung-Jakarta adalah bus atau kereta api. Kedua moda transportasi itu hanya mengenal jasa antar dari terminal asal ke terminal tujuan.

Perusahaan tersebut berkembang dengan memiliki lebih 600 unit taksi dan layanan pengiriman paket pada tahun 1990an.

Sang pendiri berpesan kepada Dadan Irawan, CEO/Presiden Direktur 4848 Group saat ini, agar menjaga nama dan mengembangkan bisnis untuk membantu masyarakat.

“Bapak saya memberi nasihat-nasihat untuk mengelola dan mengembangkan bisnis keluarga ini,” kata Dadan.

Pada 2008 hingga 2013 perusahaan itu mengalami masa-masa sulit karena sang pendiri tak lagi berada di belakang “kemudi bisnis keluarga”. Generasi penerus memiliki keterbatasan di bidang manajemen dan kepemimpinan. Tak terelakkan konflik kepentingan pun mewarnai kurun waktu itu.

Namun, sejak 2014 hingga kini 4848 Group berbenah diri dengan tekad kuat dari sunset company untuk menghadapi era globalisasi dengan terus memperbaiki antara lain sistem manajemen, jejaring, kerja sama, dan kapital.

Kini 4848 Group yang berusia 60 tahun pada Agustus 2019 telah mengembangkan usaha di berbagai bidang dan ke berbagai negara, antara lain Malaysia, Thailand, Singapura, Arab Saudi dan Amerika Serikat.

Di bawah grup perusahaan ini sudah ada delapan bidang usaha termasuk layanan jasa transportasi dan kargo yang sudah lama digeluti, sistem informasi untuk bandara dan penerbangan, hingga properti, perjalanan haji, layanan konsultasi bisnis, pengerukan dan reklamasi, dan perawatan mesin pesawat. Sejumlah perusahaan multinasional dari AS, Belanda, Jerman dan Uni Emirat Arab menggunakan jasa konsultasi bisnis 4848 Group.

Sejak menggantikan ayahnya, Dadan memang bertekad ekspansi sampai luar negeri. Lulusan S2 Jurusan Bisnis Internasional Universitas San Diego, AS (1985-90) itu melihat pasar luar negeri bisa menjadi alternatif menyiasati persaingan bisnis yang makin ketat di Tanah Air.

Bisnis sejenis 4848 menjamur luar biasa sejak tol Cipularang dibuka pada 2005. Puluhan pemain baru bermunculan dan tidak hanya menawarkan transportasi ke Jakarta, tetapi juga wilayah Jabodetabek. Dampaknya, perang harga antarpemain semakin gencar.

Selain alasan persaingan di dalam negeri, Dadan juga ingin menjadikan 4848 sebagai contoh bagi perusahaan sejenis di Indonesia yang mampu eksis di kancah bisnis dunia. “Kami juga harus bisa menjadi bagian globalisasi itu. Jadi pemain bukan penonton saja,” ujarnya.

Di luar negeri
Keberhasilan Dadan dalam membawa 4848 Group ke tahap pencapaiannya di berbagai negara membuat beberapa perguruan tinggi di luar negeri ingin mempelajari  upaya di balik keberhasilan grup perusahaan dari negara berkembang ini dan mengundang Dadan untuk memberi kuliah.

Dadan pernah menjadi pembicara tentang Cross Border Financing and Entepreneurial Leadership di berbagai universitas terkemuka, seperti di University of Houston, Amerika Serikat. Para akademisi memberikan pengakuan atas keberhasilan perusahaan nasional Indonesia yang menginjak usia 60 tahun tersebut.

Dia pun beberapa kali menjadi dosen tamu di Universitas Loughborough London, Inggris, untuk menyampaikan pandangan dan pengalaman tentang kepemimpinan wirausaha dalam bisnis keluarga.

Kuliah umum itu dihadiri oleh civitas akademik, sejumlah diplomat serta wakil dari Bank Indonesia, Bank Mandiri dan BNI London dan Garuda Indonesia,

Di Inggris Raya, bisnis keluarga merupakan salah satu model kewirausahaan yang paling populer. Berdasarkan laporan dari Oxford Economics, dua pertiga bisnis di Inggris Raya dimiliki keluarga dan menyumbang lebih dari 25 persen bagi produk domestik bruto (PDB).

Dalam kuliah umumnya, Dadan menyarankan para mahasiswa untuk mempelajari berbagai model kerja sama agar bisa membawa bisnis keluarga sukses secara internasional.

“Sebagai mahasiswa, penting bagi anda untuk mempelajari bentuk kemitraan seperti joint venture. Selain itu, perlu memahami bisnis internasional karena kerja sama dengan satu negara berbeda dengan negara lainnya,” ujarnya.

Kemampuan untuk memahami bisnis internasional, finansial, dan hubungan masyarakat adalah ketrampilan dan pengetahuan yang ia dapatkan dari para pekerjanya. Oleh karena itu, Dadan memuji Loughborough University yang menjadi salah satu pelopor dalam pendidikan kewirausahaan dan memberikan pelajaran mengenai topik tersebut.

“Saya cukup terkejut membaca silabus Loughborough University. Kampus ini ternyata memberikan pelajaran sesuai yang dibutuhkan oleh ekonomi global saat ini, seperti kewirausahaan, inovasi, bisnis keluarga, dan juga digital. Sangat bagus sekali apabila kampus di sini bisa bekerja sama dengan kampus di Indonesia,” ujar Dadan.

Di era persaingan global seperti saat ini, pihak akademisi dan praktisi di Amerika dan juga di Inggris tertarik dengan keberhasilan Dadan di dalam memimpin usaha yang bermula dari bisnis keluarga ke arah yang profesional dan berhasil menembus ke beberapa negara di dunia.

Dalam paparannya, Dadan tidak hanya mengungkapkan tentang keberhasilan bisnis keluarga tetapi juga masalah yang dihadapi dan solusinya.

Pihak Universitas Loughborough London menyampaikan bahwa baru kali ini ada pembicara yang mengungkap akar masalah bisnis keluarga dan cara pemecahannya dari sisi praktisi.

Dr Louise Scholes selaku Direktur Institute for Innovation and Entrepreneurship Universitas Loughborough tertarik dan meminta Dadan untuk membantu membuatkan program tentang Bisnis Keluarga dan mengajar mahasiswa S3 di sana.

Undangan dari Prof. Greg Frazier, Senior Associates Dean, College of Bussiness, University of Texas di Arlington, Amerika Serikat, datang untuk mengajar di hadapan pengajar, alumni dan mahasiswa S2 dan S3 universitas itu. “In sha Allah, saya ke sana Maret tahun depan,” ujar Dadan, yang memandang hubungan baik dengan berbagai kalangan sangat membantu kemajuan perusahaan yang dipimpinnya.

Untuk Maret tahun depan, Dadan juga sudah menerima undangan mengajar dari Clayton University selain dari University of Texas.

“DR. Jacob Chacko, dekan College of Business, Clayton University, mengatakan dalam pembicaraan bahwa serial kuliah itu yang mengundang saya akan dihadiri tokoh-tokoh terkemuka dari perusahaan yang termasuk Fortune 500,” kata Dadan.

Sementara itu Prof. Greg Frazier mengatakan dirinya tertarik dengan cara Dadan memetakan dan memecahkan masalah bisnis keluarga sekaligus memberikan solusi yang telah membuktikan keberhasilan 4848 Group selama ini.

Dadan Irawan merupakan pengusaha yang berhasil membawa perusahaan keluarga tetap eksis dan berkibar di era globalisasi. “Sebagian besar kegagalan dalam bisnis keluarga karena tidak ada yang mengindentifikasi kepemimpinan yang ada di dalam bisnis keluarga, sehingga tidak heran apabila bisnis keluarga hanya bisa bertahan satu atau dua generasi saja.” kata DR. Scholes.

Berdasarkan laporan the Family Business Network beberapa waktu lalu, bisnis keluarga sering tak panjang umur. Hanya sekitar 33 persen yang tetap bertahan, dan 95 persen gagal di tangan generasi ketiga. Mereka sering menjadi korban dari usaha mereka sendiri, gagal mempersiapkan generasi berikutnya untuk tuntutan bisnis yang berkembang dan jaringan keluarga yang jauh lebih besar dalam banyak kasus.

Untuk mengatasi hal-hal tersebut, para analis mengatakan perusahaan-perusahaan keluarga harus menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance.

Bagi Dadan, kesuksesan bisnis keluarganya menjadi konglomerasi dalam skala global terletak pada pola kepemimpinan dan budaya yang diterapkan dalam perusahaan.

“Meskipun bisnis dimiliki keluarga, tapi kami mendengarkan masukan dan inovasi dari para pekerja. Pola kepemimpinannya profesional,” ujarnya. Selain kepemimpinan yang baik, kolaborasi juga menjadi faktor pendorong untuk mengembangkan usahanya ke mancanegara.

Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2019