Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) menilai besaran penjaminan dana nasabah perbankan harus diperbesar, guna memberi kepastian kepada nasabah perbankan di tengah situasi krisis keuangan sekarang ini. "Kami juga melihat hal itu (memperbesar nilai penjaminan), karena beberapa negara sudah melakukan, seperti Inggris dari 35.000 pound sterling menjadi 50.000 pound sterling untuk individu, dan perusahaan sampai 100.000 pound sterling," kata Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Miranda S Goeltom, usai mengikuti rapat terbatas di Kantor Presiden. Jakarta, Kamis. Dijelaskannya, dalam kondisi krisis keuangan saat ini, hampir semua negara melakukan berbagai kebijakan dengan melonggarkan batasan sementara yang perlu dilakukan untuk mengembalikan kepastian masyarakat. "Dengan demikian, masyarakat akan merasa bahwa dananya di bank ada jaminannya. Persiapan-persiapan (memperbesar dana penjaminan) dan arah pemikiran ke sana sudah dilakukan," katanya. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sampai saat ini memberikan penjaminan simpanan masyarakat baik deposito maupun tabungan maksimum sebesar Rp100 juta untuk setiap nasabah pada setiap bank. Selain itu, untuk mengurangi ketidakpastian dan menjaga agar tidak ada kepanikan, BI bekerja sama dengan Departemen Keuangan terus bekerja sama menjaga sistem keuangan, dengan mengurangi dampak pengetatan likuiditas seperti dengan melonggarkan GWM (Giro Wajib Minum) dan menyediakan dana untuk repo perbankan. BI, lanjut Miranda, juga akan mengkaji peraturan penentuan nilai surat berharga sesuai nilai di pasar yang dimiliki perbankan sebagai perhitungan, mengingat sangat fluktuatifnya nilai surat berharga belakangan ini. "BI melihat mungkin mengubah peraturan `mark to market` itu untuk membantu bank-bank melakukan penyesuaian, karena apabila mereka punya surat berharga kan harus `mark to market` secara berkala. Berbagai negara sudah mengeluarkan peraturan agar tidak melakukan `mark to market` sampai jangka waktu jatuh temponya, itu akan membantu. Kita sedang menyiapkan hal itu," katanya. Namun, Miranda berpesan bahwa berbagai kebijakan yang akan dilakukan itu bukan menandakan bahwa kondisi keuangan dan perbankan nasional juga memburuk, sebab kondisi keuangan terutama perbankan nasional sangat baik. "Kami mengharapkan media mengangkat hal-hal yang positif misalkan ketahanan perbankan, CAR-nya masih 16 persen jauh dari target 8 persen, NPL-nya juga masih rendah, profitable atau NIM masih tinggi," katanya. Perbankan nasional, lanjut Miranda, telah belajar dari krisis 1998 sehingga saat ini kondisinya baik sekali. "Memang mengatakan tidak akan terkena sama sekali memang tidak mungkin, tetapi imbasnya masih pada level yang kecil, dan bukan suatu kerontokan perbankan seperti yang terjadi di negara-negara maju," katanya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008