Jakarta (ANTARA News) - Kasus pungutan biaya kawat kepada pemohon visa, paspor, dan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) di Kedubes RI di China tengah disidik Kejaksaan Agung (Kejagung). "Hasil dari pungutan itu tidak dimasukkan ke kas negara sebagai Penerimaan Pajak Negara Bukan Pajak (PNBP), melainkan antara lain digunakan untuk keperluan oknum Kedubes RI di China dan oknum-oknum lainnya," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Marwan Effendy, di Jakarta, Jumat. Ia menyebutkan pungutan biaya kawat itu sebesar 55 yuan atau 7 dollar AS per pemohon yang dikenakan kepada pemohon visa, paspor, Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) di Kedubes RI di China. Pungutan dari Mei 2000 sampai Oktober 2004 terkumpul pemasukkan dari penerimaan biaya kawat itu sebesar 10.275.684.85 yuan dan 9.613.00 dollar AS. Ia mengatakan intinya untuk pungutan yang membebani masyarakat harus didasarkan pada UU, yang berarti harus mendapat persetujuan dari DPR dan disetor ke kas negara. "Dalam melaksanakan pungutan biaya kawat itu, dilakukan berdasarkan Keputusan Kepala Perwakilan RI untuk Republik Rakyat China (RRC) di Beijing Nomor 280/KEP/IX/1999 tentang tarif keimigrasian 24 September 1999," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008