Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan bahwa kearifan lokal dan kesejahteraan memiliki daya tangkal yang paling kuat terhadap radikalisme.

Dari sekian banyak hulu masalah ternyata ini yang paling kuat. Keanekaragaman kita menjadi akar masalah memecahkan masalah radikalisme," kata Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Presiden: Terorisme dan radikalisme masih menjadi tantangan serius

Baca juga: Moeldoko ungkap tujuan penerbitan SKB Radikalisme dan PP Terorisme

Baca juga: BNPT ajak generasi millenial tangkal radikalisme di dunia maya


Hal tersebut disampaikannya saat menyampaikan hasil Survei Nasional BNPT 2019 tentang "Internalisasi Kearifan Lokal dan Potensi Radikalisme di 32 Provinsi".

Suhardi menjelaskan BNPT konsisten melakukan riset setiap tahun sebagai basis pengambilan kebijakan dalam penanggulangan terorisme di Indonesia.

"Riset BNPT pada 2017 menunjukkan bahwa daya tangkal yang paling kuat adalah kearifan lokal dan kesejahteraan, kemudian riset tahun 2018 bahwa kearifan lokal dianggap sebagai perekat masyarakat sekaligus dipercaya sebagai daya tangkal," katanya.

Namun, kata dia, riset pada 2019 menemukan ternyata aspek penting kearifan lokal ini tidak dibarengi dengan dokumentasi yang utuh terhadap kearifan lokal di masyarakat.

"Yang terjadi adalah diskontinuitas pemahaman dan praktek kearifan lokal pada generasi sekarang yang lebih dikenal dengan generasi millenial, sehingga mis," katanya.

Menurut dia, kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Indonesia sangat besar dengan keberagamannya yang memiliki hampir 1.000 suku bangsa.

Suhardi menjelaskan kearifan lokal bukan sekadar dimaknai sebagai kesenian atau kebudayaan daerah, melainkan lebih kepada nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat masing-masing daerah.

Jika pemerintah daerah mampu memanfaatkan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat di daerahnya, lanjut dia, tentu akan sangat efektif dalam menangkal paham radikalisme.

"Jangan cuma disebut-sebut kearifan lokal atau 'local wisdom', tapi tidak tahu apa itu. Kearifan lokal itu nilai, masing-masing daerah punya nilai di masyarakat," kata Suhardi.

Survei tersebut dilaksanakan BNPT berkolaborasi dengan peneliti Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT), Balitbang Kemenag, dan berbagai "stakeholder" terkait.

Pengambilan sampel dalam riset itu menggunakan teknik "multistage cluster random sampling"' dengan rumah tangga sebagai unit terkecil, dan pengumpulan data melalui wawancara tatap muka kepada 15.360 responden di 32 provinsi pada April-Juli 2019.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019