Jakarta (ANTARA News) - Meski baru sebatas indikasi, pemerintah Indonesia mendapatkan komitmen pinjaman siaga (standby loan) dalam pertemuan Washington dari Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF). "Jumlahnya 5 miliar dolar AS yang akan dipergunakan apabila pertumbuhan ekonomi turun di bawah 6 persen," kata Menteri Negara Perencana Pembangunan Nasional dan Ketua Bappenas Paskah Suzetta di Jakarta, Rabu. Paskah menerangkan, utang ini akan dipakai untuk memperkuat ekonomi domestik diantaranya pembangunan infrastruktur seperti air minum, jalan dan proyek pembangkit listrik. Ditengah krisis keuangan dunia sekarang dana pinjaman ini sangat penting bahkan Cina yang memiliki cadangan devisa 1 triliun dolar AS juga berutang "standby loan" pada pertemuan Washington itu, ungkapnya. "Beda dengan krisis ekonomi tahun 1998 yang lebih menimpa kawasan, maka pada 2008 krisis menimpa semua negara dunia termasuk negara-negara maju," tutur Paskah usai membuka seminar air minum. Krisis yang terjadi di dunia sudah dirasakan di sejumlah negara, namun dampaknya di Indonesia belum dirasakan bahkan dalam pertemuan Washington IMF dan Bank Dunia memuji Indonesia karena sangat solid mengatasi krisis ekonomi. Paskah mengatakan, pemerintah akan memanfaatkan 220 juta penduduk Indonesia sebagai pasar dalam negeri yang sangat potensial di mana dengan strategi yang tepat potensi itu dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Pemerintah juga berencana berutang kepada lembaga keuangan multinasional lainnya sebagai alternatif pembiayaan guna memperkuat ekonomi domestik, diantaranya dari Bank Pembangunan Islam dan dari Jepang. Saat ini, Indonesia tidak mungkin mengandalkan pasar internasional seperti Jepang dan Singapura yang daya belinya turun sehingga memperkuat pasar domestik adalah satu-satunya cara untuk mengatasi kesulitan itu. Paskah menjamin, pinjaman siaga yang diperoleh hanya digunakan untuk kesejahteraan rakkat tetapi karena statusnya masih indikasi maka Indonesia belum membahas banyak mengenai bunga dan biaya. Pembangunan infrastruktur menyentuh kehidupan masyarakat berpendapatan rendah apalagi air minum sehinga akan dapat menggerakkan ekonomi saat ini. Paskah mengatakan, perbaikan PDAM saat ini menghadapi kendala tarif jasa air minum yang rendah dan keterbatasan modal sementara prioritas anggaran di daerah masih kalah dengan sektor lain, disamping belum terlaksana baiknya aset manajemen. Kondisi ini mengakibatkan selama 20 tahun baru ada 7,1 juta juta sambungan sehingga pemerintah menargetkan 10 juta sambungan baru dengan kebutuhan biaya Rp83 triliun sampai 2013. Sesuai target Millenium Development Goals, layanan air minum pada 2015 harus mencapai 70 persen wilayah perkotaan, sedangkan pada 2009 diharapkan meningkat menjadi 70 persen kota dan 30 persen desa. Untuk ini, pemerintah mengalokasikan anggaran Rp8,8 triliun ditambah Rp4,3 triliun bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sehingga target kenaikan 10 juta sambungan pada 2013 tercapai. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008