Amsterdam (ANTARA News)- Rotterdam kota terbesar kedua Belanda, akan memiliki seorang walikota Muslim pertama kelahiran Maroko mulai 1 Januari, sementara Ahmed Aboutaleb diperkenalkan Jumat sebagai walikota masa depan oleh dewan kota itu. Pemerintah masih akan menyetujui pengangkatan Aboutaleb, 47 tahun, tetapi ini dianggap satu formalitas. Politisi Buruh itu adalah walikota pertama yang dilahirkan dan dibesarkan di luar Belanda. Ia juga warga Muslim pertama menjadi walikota di belanda. Aboutaleb lahir di Maroko dan merantau ke Belanda dalam usia 14 tahun. Ia sekarang deputi menteri urusan sosial, dan sebelumnya adalah anggota dewan kota di Amsterdam. Partai terbesar kedua dari dewan kota Rotterdam, Leefbaar Rotterdam, menanggapi secara serius perkembangan itu, mengecam fakta bahwh Aboutaleb memiliki dua kewarganegaraan, Maroko dan Belanda. Ini didukung oleh partai nasional Partai Kebebasan PVV, yang anggota dewan, Fleur Agema mengumumkan pihaknya akan meminta satu pertemuan darurat di parlemen tentang kemungkinan pengangkatan itu. Ini adalah yang kedua kalinya dalam dua tahun kewarganegaraan Maroko Aboutaleb menimbulkan kontroversi dalam politik Belanda. Mengenai pengangkatannya sebagai deputi menteri, Partai Kebebasan juga mengecam fakta bahwa Aboutaleb memiliki dwi kewarganegaraan," paling tidak menimbulkan penampilan kesetiaan ganda," kata anggota dewan Agema. Kedua partai itu mendukung satu kebijakan imigrasi yang ketat dan tindakan-tindakan keras terhadap kejahatan oleh para migran. Akan tetapi Walikota Amsterdam, Job Cohen (Buruh) memuji Aboutaleb, menyebut dia "berkemampuan tinggi" -- walaupun ia mengecam kenyataan bahwa Buruh kini memiliki tiga jabatan walikota dari empat kota terbesar Belanda, sementara juga menduduki satu mayoritas di kota-kota berukuran menengah. "Tidak memiliki walikota dari partai terbesar pemerintah Demokrat Kristen akan sulit menerima dana nasional untuk proyek-proyek lokal," kata Cohen. Para warga Maroko tidak dapat mencabut kewarganegaraan mereka. Bahkan anak-anak mereka yang lahir di Belanda secara otomatis warga Maroko. Usaha-usaha Belanda yang berulang-ulang untuk berunding dengan Maroko untuk memberikan para warganya hak untuk mencabut kewarganegaraan Maroko mereka mengalami kegagalan. Sekitar 45 persen dari 582.000 warga Rotterdam tidak lahir di Rotterdam, atau memiliki orang-orang tua yang lahir di negara asing. Di Rotterdam, yang memiliki masalah-masalah luas sosial ekonomi, kejahatan yang melibatkan masyarakat migran dalam masalah sekarang yang menimbulkan ketegangan dengan warga-warga kelahiran Belanda, demikian DPA.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008