Jayapura (ANTARA News) - Konferensi Gereja dan Masyarakat (KGM) Papua yang diselenggarakan Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) di tanah Papua yang berlangsung di Sentani, ibukota Kabupaten Jayapura, Papua pada 14-17 Oktober menghasilkan rekomendasi kepada pemerintah pusat antara lain perlindungan bagi orang asli Papua. Hal itu disampaikan Ketua Sinode GKI di tanah Papua, Pdt Jemima J.Mirino-Krey,S.Th di Jayapura, Minggu seputar hasil GKM Papua yang dihadiri sedikitnya 190 peserta yang berasal dari pimpinan GKI di tanah Papua, Gereja Katolik, denominasi gereja-gereja Kristen se Papua, LSM, tokoh perempuan, pemuda, mahasiswa dan tokoh masyarakat serta pemangku adat. "KGM Papua merekomendasikan kepada Pemerintah Pusat untuk mengambil langkah-langkah hukum dan politis guna melindungi orang asli Papua yang makin termarjinalisasi dan makin terdiskriminasi dari berbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Pdt Jemima Krey. Selain itu, membuka diri bagi suatu dialog antara Pemerintah Indonesia dengan orang asli Papua dalam kerangka evaluasi pelaksanaan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua dan pelurusan sejarah Papua. "KGM Papua merekomendasikan kepada Pemerintah Pusat untuk melindungi dan menjamin hak hidup dan kesetaraan umat beragama seperti Ahmadiyah dan kelompok minoritas di Indonesia," katanya. Mematuhi ketentuan UU Nomor 21 Tahun 2001 perihal penempatan pasukan TNI non regular dan mengatur keberadaan pasukan dan lembaga intelijen tersebut sesuai dengan tata perundangan yang berlaku dan hukum hak asasi manusia universal yang sudah diratifikasi. Menghentikan pernyataan-pernyataan stigma seperti separatis, Tentara Pembebasan Nasional/Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM), Gerakan Pengacau Keamanan (GPK), makar dan sejenisnya dari dalam diri orang asli Papua dan memulihkan hak dan martabatnya sebagai manusia ciptaan Tuhan sehingga azas praduga tak bersalah harus sungguh-sungguh ditegakkan. Menangani secara serius berkas-berkas kasus pelanggaran HAM dan mereformasi sistem peradilan HAM sehingga sungguh-sungguh menjawab rasa keadilan korban. Melakukan reformasi institusi-institusi negara yang terbukit melakukan pelanggaran HAM di tanah Papua dan berbagai tempat di Indonesia. "Mengambil langkah-langkah serius bagi proses rekonsiliasi yang mengungkapkan kebenaran masa lalu dan memulihkan harga diri korban guna membangun suatu tata sosial yang adil dan menghormati hak azasi manusia," kata Pdt Jemima Krey. Mendorong Komnas HAM Perwakilan Papua untuk memiliki kewenangan pro justisia dalam melakukan tugas dan fungsinya menegakkan, memajukan dan melindungi HAM di tanah Papua. Memberikan wewenang politik yang lebih luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur dirinya sendiri sesuai dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Papua. Mematuhi ketentuan-ketentuan yang termuat dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Papua dalam hal pemekaran-pemekaran wilayah di tanah Papua. KGM Papua kali ini merupakan yang keempat kalinya. Sebelumnya telah dilaksanakan tiga kali KGM Papua, di Biak tahun 1985, Jayapura 1990 dan 1999 dimana semuanya berorientasi untuk merefleksikan realitas kehidupan masyarakat di berbagai aspek kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sesuai kesepakatan bersama para peserta KGM Papua IV, maka KGM Papua V tahun 2012 nanti berlangsung di Manokwari, ibukota Provinsia Papua Barat.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008