Bali (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) saat ini menyediakan lembaga penyelesaian sengketa antara nasabah dan perbankan secara gratis, sehubungan dengan banyaknya nasabah kecil mengadu mereka telah dirugikan industri perbankan. "Banyak nasabah kecil yang mengadu kepada Bank Indonesia bahwa mereka merasa dirugikan oleh industri perbankan, karena itu kita akan bantu melalui lembaga mediasi itu secara gratis," kata Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad, di sela pertemuan International Conference on Financial Education yang diselenggarakan Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dengan BI di Nusa Dua, Bali, Rabu. Lembaga mediasi itu, kata Muliaman, untuk memberikan bantuan perlindungan kepada nasabah yang nilai obyeknya atau nilai saldonya paling tinggi Rp500 juta. "Kita hanya akan menyelesaikan secara gratis jika nilai obyek perselisihannya kurang dari Rp500 juta dan jika nilainya di atas itu akan diserahkan kepada pengadilan negeri," katanya. Lembaga itu diciptakan terkait dengan Tahun Pendidikan Keuangan kepada masyarakat yang jatuh pada tahun ini. Menurut Muliaman, dengan naiknya pertumbuhan kredit perumahan, kredit konsumtif lainnya lewat kartu kredit, banyak nasabah merasa dirugikan karena tingginya tingkat bunga yang dibebankan kepada nasabah atau tidak merasa mengambil uang lewat ATM, tetapi saldonya berkurang. "Hal seperti itulah yang akan kita tangani, karena jika diserahkan kepada bank, dipastikan nasabah kecil ini tidak akan mampu melawan. Tetapi BI juga akan melakukan verifikasi terhadap masalah itu termasuk kepada nasabah yang mengadukannya agar bank juga jangan dirugikan," katanya. Ia juga mengatakan bahwa penyelesaian lewat mediasi, tentunya harus disepakati kedua belah pihak. Jika bank tidak mau menyelesaikan masalah itu dan memilih menyelesiakan lewat pengadilan, mungkin akan dibuat aturan yang mewajibkan harus melalui mediasi terlebih dahulu, sehingga ada kekuatan bagi Bank Indonesia. Tingkatkan Edukasi Keuangan Pada konferensi bidang pendidikan keuangan yang dihadiri lebih dari 20 negara, anggota OECD dan non-OECD seperti Jerman, Italy, India, Slovakia, Brazil, Malaysia dan Singapura itu, Muliaman minta perbankan meningkatkan edukasi keuangan kepada nasabah. Hal ini sebagai langkah antisipasi imbas gejolak global sektor keuangan yang melanda berbagai negara, termasuk Indonesia. Negara lain sudah sejak lama melakukan edukasi bidang keuangan kepada masyarakatnya. Oleh karena itu, BI juga akan mendorong perbankan aktif menjalankan program itu. "Syukur-syukur dana sosial responsibility corporate/CSR sebagian dikalkulasikan untuk itu," katanya. Saat ini jumlah aset industri perbankan nasional mencapai 84,68% di sektor jasa keuangan. "Berdasarkan data yang kami miliki, aset perbankan menguasai hampir 85% di sektor jasa keuangan. Produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai kisaran US$2.000." Namun, masih banyak masyarakat yang sampai saat ini belum memiliki pemahaman terhadap jasa keuangan seperti perbankan. Sementara gejolak di sektor keuangan akan terjadi kapan saja, dimana orang tidak lagi dapat memprediksi secara tepat. Terkait itu, bank sentral menerapkan empat sasaran yakni membangun pemahaman kesadaran masyarakat mengenai bank, membangun kesadaran publik terhadap produk-produk perbankan berikut hak dan kewajiban nasabah. Selain itu, membangun pemahaman risiko dalam setiap transaksi keuangan, serta menyediakan sarana informasi dan wadah penyelesaian keluhan publik melalui mekanisme mediasi. (*)

Copyright © ANTARA 2008