Semarang (ANTARA News) - Mantan Meneg Otonomi Daerah yang juga pakar otonomi daerah Ryaas Rasyid berpendapat, letak keistimewaan Yogyakarta adalah pada kesultanan yang mengandung nilai sejarah saat masa kemerdekaan, karenanya biarkan Yogyakarta seperti yang dulu, yakni Sultan Hamengku Buwono secara otomatis sebagai gubernur. "Ada sejarahnya. Ketika Proklamasi 17 Agustus 1945 diumumkan Sultan adalah orang yang langsung mendukung kemerdekaan. Bayangkan kalau saat itu Sultan terpengaruh oleh Belanda. Jadi di situ letak keistimewaannya," katanya seusai acara seminar Rekonstruksi Posisi Gubernur di Kampus Universitas Diponegoro di Semarang, Rabu. Menurut Ryaas, berdasarkan sejarah itu lah, maka lebih baik membiarkan Yogyakarta seperti yang dulu, Sultan otomatis menjadi Gubernur Yogyakarta. "Apa yang terganggu dengan Sultan menjadi gubernur, kan tidak ada masalah dan tidak ada penyelewengan. Lalu kenapa menciptakan masalah baru. Apa kurang masalah yang dihadapi Indonesia," katanya. Ryaas menilai tidak perlu terbawa dalam euforia demokrasi semua kepala daerah harus dipilih. Karena keistimewaan itu lah, Yogyakarta seharusnya bisa mendapatkan perlakuan sama seperti Papua yang mendapat alokasi dana dari pusat lebih besar. "Indonesia tidak akan bubar kalau ada satu yang seperti itu. Bahkan itu adalah wujud dari menghargai sejarah dan menjaga agar tidak memunculkan masalah baru," katanya. Ryaas menambahkan keistimewaan Yogyakarta yang berkaitan dengan kesultanan tersebut dapat masuk dalam Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008