Yogyakarta (ANTARA News) - Jogja Java Carnival yang digelar sebagai puncak acara Hari Ulang Tahun ke-252 Kota Yogyakarta mengundang masyarakat Yogyakarta hingga tumpah ruah memadati Malioboro. Meski jalannya karnaval baru dimulai pada pukul 20.00 WIB, namun selepas maghrib, ratusan ribu warga Yogyakarta seperti tak mau kalah dan saling berlomba mendapatkan tempat terbaik untuk menyaksikan pawai. Jalur karnaval sepanjang 1.300 meter, dimulai dari Alun-lun Utara dan berakhir di Taman Parkir Abu Bakar Ali seolah tak mampu menampung antusiasme warga Yogyakarta. Warga pun memenuhi ruas jalan sepanjang Malioboro, bahkan hampir tidak menyisakan sejengkal pun celah untuk peserta karnaval lewat seperti yang terjadi di depan Gedung Agung. Panitia pun harus berulang kali mengingatkan masyarakat untuk mundur dan tidak memenuhi jalan, tetapi tampaknya peringatan tersebut tidak diindahkan oleh warga yang justru semakin lama semakin menyemut ke arah panggung utama yang berada di depan plaza Serangan Oemoem Satu Maret. Terkadang, antusiasme warga tidak disertai kepekaan akan keselamatan diri sendiri dan juga orang lain. Panggung yang memiliki kapasitas tertentu harus menanggung beban lebih. Karnaval yang mengusung konsep "street performance" tersebut diawali dengan menyuguhkan tontonan Rama Tambak yang diambil dari bagian sendratari Ramayana. Dengan mengendarai kendaraan hias berbentuk kereta kencana yang ditarik oleh kuda bertanduk, tokoh-tokoh dari sendratari Ramayana memainkan episode tersebut. Disusul oleh pertunjukan gamelan gaul yang memadukan seni tradisional dan modern yang melebur menjadi sebuah kesatuan yang apik untuk dinikmati. Karnaval pun berjalan tersendat-sendat karena arus penonton yang masih terus memadati Malioboro, namun semangat yang ditunjukkan oleh peserta karnaval dan juga masyarakat tidak surut. Selain menampilkan kesenian dari Yogyakarta, artis dari beberapa negara tetangga juga turut ambil bagian, seperti dari Korea Selatan yang menampilkan kesenian tari dari Gang Buk Gu --kota di Korsel yang sejak tiga tahun lalu menjadi sister city Yogyakarta-- kemudian disusul kesenian Tari Kiprah Dlanggungan yang dibawakan oleh siswa SMKI Yogyakarta. Kolaborasi penari balet Surabaya dengan Jepang tampil mencerahkan malam Yogyakarta dengan gerakan dinamis dan atraktif. Delegasi dari Libanon juga tak mau kalah dengan menampilkan tarian tradisional dari Kota Baalbeck yang menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat Timur Tengah. Phoniex Chinese Dance memberikan sentuhan khas pada Jogja Java Carnival yang disusul berturut-turut oleh kesenian dari tanah air, yaitu tarian Rampak Buto yang melambangkan keperkasaan dan keberanian sekelompok raksasa. Sultan Hamengku Buwono X yang membuka acara tersebut secara resmi berharap usia ke-252 tahun tidak membuat Yogyakarta semakin tua tetapi lebih kaya akan pesona dan terus membangun konstruksi antara kebudayaan modern dan tradisional. "Karnaval ini adalah pertemuan antara kesenian kontemporer dan tradisional karena penampilan populer tidak lepas dari penampilan tradisional," ujarnya. Selain itu, Sultan HB X juga berharap, event seperti Jogja Java Carnival menjadi agenda pariwisata tahunan di Kota Yogyakarta.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008