Jakarta (ANTARA) - Meski surplus perdagangan diperkirakan menipis akibat melambatnya permintaan dunia menyusul perlambatan ekonomi AS dan negara-negara utama lainnya, neraca pembayaran tetap aman mengingat neraca modal yang cukup tinggi. Direktur Perencanaan Makro Bappenas Bambang Prijambodo mengatakan, faktor investasi, baik FDI maupun portofolio masih tetap akan memperoleh kompensasi penurunan ekspor. "Tapi dengan pertumbuhan ekonomi kita yang juga melambat, kebutuhan impor juga berkurang. Tinggal melihat harga komoditas saja karena ekspor kita kan kebanyakan bahan mentah," kata Bambang di Jakarta, Jumat. Pemerintah kemudian akan melihat mana yang cepat antara penurunan laju impor karena perlambatan ekonomi atau perlambatan laju ekspor karena penurunan harga komoditas. Jika memperhitungkan sisi neraca modal, pemerintah perlu menjaga kepercayaan domestik, terutama investor, agar merasa nyaman berinvestasi di Indonesia, termasuk dalam memegang rupiah. Sedangkan untuk memperbaiki sisi transaksi berjalan, pemerintah telah menerapkan kebijakan yang tepat dengan kontrol devisa yang diperketat bagi BUMN, sembari berusaha menjaga surplus perdagangan. "Yang penting adalah menjaga rupiah karena ini akan berpengaruh pada transaksi berjalan secara keseluruhan," jelasnya. Mengenai kemungkinan berkurangnya cadangan devisa karena terus menipisnya surplus Bambang menyatakan, pemerintah masih memiliki opsi "Bilateral Swap Arrangement" dengan China, Jepang dan Korea senilai total 12 miliar dolar AS, meskipun pinjaman tersebut diharapkan tidak ditarik. "Selain itu kan neraca pembayaran masih positif, jadi masih tetap ada devisa masuk," katanya. Di samping itu, nilai kurs dolar AS diperkirakan segera melemah, mengingat penguatan dolar AS saat ini tidak mencerminkan situasi ekonomi AS yang bobrok, demikian Bambang (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008