Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans), Fahmi Idris mengaku mengetahui pungutan dana taktis di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans). Fahmi mengakui hal itu ketika bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis, dalam perkara dugaan korupsi pengadaan alat untuk Balai Latihan Kerja dengan terdakwa Kasubdit Pengembemangan Sistem dan Inovasi, Direktorat Produktivitas Ditjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Ditjen Latas) Depnakertrans, Taswin Zein. Praktik pungutan dana taktis itu, menurut Fahmi, berlangsung sejak dirinya belum menjabat sebagai Menakertrans. Setelah menjabat, Fahmi berpendapat, praktik seperti itu merupakan suatu kesalahan. "Saya perintahkan untuk dihentikan," kata Fahmi yang kini menjabat Menteri Perindustrian. Dia menegaskan, jika praktik tersebut tetap terjadi, maka hal itu di luar pengetahuannya. Ia juga mengaku tidak tahu jika ada saksi di persidangan yang menyatakan bahwa dana hasil pungutan itu mengalir ke berbagai pihak, termasuk anggota DPR. Sebelumnya, Kepala Bagian Perencanaan Biro Keuangan Depnakertrans Wahyu Widodo bersaksi bahwa sejumlah anggota DPR RI diduga menerima uang setelah menyetujui permohonan Anggaran Belanja Tambahan 2004 pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans). Wahyu mengaku menyerahkan uang kepada anggota DPR. "Saya membuat tanda terima," kata Wahyu menjawab pertanyaan JPU Chatarina Girsang. Wahyu mengaku lupa rincian uang yang diberikan kepada DPR. Namun dia memastikan uang tersebut adalah bagian dari uang yang dikumpulkan dari setiap satuan kerja Depnakertrans dengan total Rp1,2 miliar. Berdasar Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap Wahyu Widodo, pengumpulan uang hingga mencapai Rp1,2 miliar dibenarkan oleh Sekjen Depnakertrans Chepy Alowi. Selain diberikan ke DPR, uang itu diduga untuk keperluan pejabat di Depnakertrans. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008