Pontianak, (ANTARA News) - Direktur Pengembangan Fauna dan Flora International Asia, Frank Momberg mengatakan, 50 hingga 70 ribu hektare lahan gambut terancam akibat semakin gencarnya perluasan lahan perkebunan sawit mulai dari Sungai Satong hingga Sungai Pawan di Kecamatan Matan Hilir Utara, Muara Pawan, dan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang. "Kalau aktifitas tersebut terus dibiarkan lama-kelamaan kawasan lahan gambut yang cukup luas di kabupaten tersebut akan semakin terdegradasi," kata frank Momberg, saat menjadi pembicara `Lokakarya Potensi Hutan Rawa Gambut` yang didukung Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, konsorsium FFI-IP, Untan dan GEC di Pontianak, Sabtu. Ia mengatakan, kebijakan pemerintah daerah yang membuka lebar para investor untuk mengembangkan perkebunan sawit dapat mengancam kelestarian lahan gambut dan akan menghasilkan emisi carbon yang cukup tinggi. Ia berharap, pemerintah lebih mengutamakan kelangsungan kelestarian ekosistem yang ada, di samping mempersiapkan masyarakat untuk menekan emisi carbon karena jauh lebih menguntungkan kalau sertifikat pengurangan emisi carbonnya dijual ke dunia. Sementara itu, Peneliti Center For International Foresty Research, Prof Dr. Daniel Mudiyarso mengatakan, sekitar 1,7 juta hektare luas lahan gambut yang tersebar di 14 kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Barat sudah alami degradasi akibat perluasan lahan perkebunan sawit, pembalakan hutan secara liar dan kebakaran hutan. Ia mengatakan, laju deforestasi lahan gambut di Indonesia 1,8 juta hektare per tahun untuk tahun 1995 - 2000, sementara laju deforestasi dari tahun 2000 - 2005 menjadi 0,4 juta hektare per tahun. Ia mengatakan akibat, tingginya kerusakan lahan gambut akibat ekstarksi kayu yang tidak didokumentasikan Indonesia terpaksa mengalami kerugian sekitar 3 miliar dollar AS per tahun. "Padahal kalau kita bisa menekan emisi carbon dan mendapat sertifikat legal yang diakui dunia paling tidak Indonesia bisa menghasilkan 3 miliar dollar AS per tahun dengan asumsi 5 dollar AS per ton carbon," katanya. Berdasarkan penelitian FFI, lahan gambut di Kalimantan Barat diperkirakan seluas 1.729.980 hektare dengan komposisi gambut sangat dangkal (kedalaman kurang dari 50 cm seluas 36.673 hektare), gambut dangkal (50-100 cm seluas 438.172 hektare), gambut sedang (100-200 cm seluas 737.111 hektare), gambut dalam (200-400 cm seluas 213.705 hektare), dan gambut sangat dalam (400-800 cm seluas 304.319 hektare. Lahan gambut tersebut paling banyak terdapat di wilayah Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kapuas Hulu. Berdasarkan survey tahun 2005, luas lahan gambut di seluruh Indonesia mencapai sekitar 20,6 juta hektare atau sekitar 10,8 persen luas daratannya. Lahan tersebut tersebar di empat pulau besar, Sumatera (35 persen), Kalimantan (32 persen), Sulawesi (3 persen), dan Papua (30 persen). Sebelumnya, Forest Management Specialist Fauna Flora Indonesia (FFI) Program Ketapang, Iis Sabahudin mengatakan, pihaknya sudah mengusulkan seluas 70 ribu hektare lahan gambut dijadikan kawasan konservasi agar bisa mencegah kerusakan hutan dan bisa menyelamatkan habitat orangutan (Pongo pygmaues wurmbii) yang saat ini populasinya sebanyak 500 - 900 ekor. Ia mengatakan, selain orangutan, kawasan hutan itu juga menjadi habitat 118 jenis burung, empat jenis di antaranya merupakan jenis burung endemik. Sementara satwa liar yang juga mudah dijumpai di sana adalah bekantan (Nasalis larvatus) dan lutung (Presbytis cristata).(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008