Makassar (ANTARA News) - Sebanyak 3.373 laskar dari 43 keraton di Indonesia menyemarakkan Festival Keraton Nusantara (FKN) VI di kabupaten Gowa, Sulsel, sekitar 11 kilometer selatan Makassar, Sabtu. Dengan bersenjatakan tombak runcing, pedang, keris dan badik, pasukan kerajaan dan kesultanan yang gagah perkasa bersama dayang-dayang keraton memberi penghormatan kepada Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo dan Bupati Gowa, Ichsan Yasin Limpo saat melintasi panggung utama di lapangan Syeh Yusuf. Sambil berjalan pasukan pengawal dari 43 keraton tersebut memperagakan kegigihannya menghadapi penjajah pada zaman `tempoe doeloe` meski pun hanya bersenjatakan tombak, panah, badik, pedang dan keris. Sepanjang jalan yang dilalui arak-arakan laskar keraton mulai dari lapangan Syeh Yusuf, melewati jalan protokol dan finish di Balla Lompoa (rumah adat kerajaan Gowa), mendapat sambutan meriah dari ribuan masyarakat daerah itu yang sejak pukul 14.00 hingga pukul 17.30 wita memadati jalan tersebut sambil menyalami laskar dan dayang-dayang itu. Gubernur Syahrul Yasin Limpo mengatakan, apa yang dilihat sekarang ini merupakan lintasan kebudayaan bangsa yang masih mengakar di masyarakat sehingga keanekaragaman budaya tersebut perlu dijaga dan dilestarikan. Bahkan, budaya dan kultur kerajaan/kesultanan merupakan kekuatan bangsa yang sangat kuat di masyarakat sehingga harus dipertahankan eksistensinya bagi generasi bangsa ke depan. Menurut Syahrul, masalah pembangunan kebudayaan daerah sebagai kebudayaan nasional hingga sekarang ini belum ditemukan strategi yang tepat. Padahal, di sisi lain, kearifan lokal yang bersumber dari pengalaman dan pengetahuan kultural masyarakat etnik merupakan modal dasar bagi persatuan dan kesatuan bangsa yang dibangun dari sebuah kesadaran dan penghargaan terhadap multi kultur itu. Di lokasi pameran di Ballo Lompoa, ribuan warga mengunjungi stand kerajaan/kesultanan yang memamerkan benda-benda pusaka kerajaan, perangkat persenjataan kerajaan antara lain tombak, pedang, keris, badik, baju laskar dari kulit, manik-manik raja dan ratu serta hasil kerajinan daerah setempat.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008