Jakarta (ANTARA News) - Direktur Utama PT Smart tbk, pengelola perkebunan kelapa sawit Sinar Mas di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Daud Dharsono, Selasa malam, mengatakan, pihaknya mempertanyakan isi siaran pers organisasi kampanye global Greenpeace yang menyatakan perusahaan itu mengancam kelestarian Danau Sentarum.

"Ancaman macam apa?" kata Daud Dharsono melalui telepon seluler.

Greenpeace menuding perusahaan kelapa sawit terbesar di Indonesia, Sinar Mas, sebagai ancaman besar bagi integritas dan keanekaragaman hayati Taman Nasional Danau Sentarum, lahan basah di Kalimantan Barat.

Menurut Greenpeace, dalam siaran persnya yang diterima ANTARA News di Jakarta, Selasa, Sinar Mas telah mengancam kawasan hutan lindung tersebut dengan terus melanjutkan deforestasi di batas-batas taman nasional tersebut, sebagai bagian dari perluasan perkebunan mereka.

Daud mengatakan, kawasan yang diberikan oleh pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu kepada pihaknya merupakan daerah berstatus areal pengunaan lain, yaitu kawasan yang boleh dibuka untuk perkebunan atau budidaya lain.

Sinar Mas, katanya, sebelum membukan kawasan itu juga sudah melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

"Saat ini kami baru pembibitan," katanya.

Yang lebih penting, katanya, selain juga sudah menjalani amdal, mereka melakukan identifikasi nilai konservasi tinggi (HCL), yang merupakan ketentuan dari Konferensi untuk Kelapa Sawit Berkelanjutan (RSPO).

"Selama identifikasi itu berjalan maka belum ada areal yang dibuka, baru kegiatan awal. Jadi, tuduhan itu juga tidak masuk akal," katanya.

Menurut dia, kalau identifikasi nilai konservasi tinggi mengatakan bahwa areal bakal kebun sawit itu boleh dibuka dengan syarat tertentu, misalnya areal 300an meter di pinggir sungai tidak boleh dibuka atau kawasan gambut dengan ketebalannya lebih dari tiga meter juga tidak boleh dibuka, maka pihaknya bakal mengikuti.

Mengenai kelestarian Danau Sentarum, lahan basah di Kalbar yang dilindungi Konvensi Ramsar, Daud mengatakan, pihaknya juga sudah dan akan terus memperhatikan hal itu.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008