Jakarta (ANTARA News) - Untuk sebuah bangsa, pemuda adalah aset yang tidak ternilai harganya. Bahkan kemajuan sebuah bangsa sangat tergantung kepada kemampuan kaum mudanya untuk membuat perubahan-perubahan yang signifikan. Di pundak mereka lah harapan-harapan sebuah bangsa dibebankan.

Sejumlah perubahan politik di tanah air yang terjadi juga tidak lepas dari peran pemuda Indonesia. Sejumlah fakta sejarah, seperti Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Proklamasi 17 Agustus 1945, gerakan pemuda dan mahasiswa di tahun 1966 hingga reformasi Indonesia pada Mei 1998, peran signifikan kaum muda untuk perubahan tidak terbantahkan.
   
Namun kenyataan yang dihadapi saat ini, pemuda dan mahasiswa sebagai pendorong gerakan reformasi ternyata banyak terpinggirkan dari kancah politik nasional. Pemuda Indonesia hanya dijadikan sebagai kekuatan politik dan kepentingan sebuah perubahan mendasar negara ini.

Reformasi yang telah berjalan selama satu dekade dinilai kurang membawa hasil maksimal seperti yang diharapkan. Tercatat bahwa pada pemilu 2004, dari 550 kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, hanya 33 orang atau 6 persen saja dari total anggota DPR yang berasal dari kaum muda.

Tentunya jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah pemuda Indonesia yang mencapai sekitar 80,7 juta orang dari total 220 juta rakyat Indonesia.

Dilandasi keprihatinan mendalam atas ironi nasib kaum muda tersebut, bertempat di pelataran Tugu Proklamasi, Jakarta, pada 27 Mei 2007, ratusan pemuda, mahasiswa dan para aktivis atau pengurus organisasi pemuda dari seluruh Indonesia yang ingin mendapatkan hak-hak politiknya pada Pemilu 2009, mendeklarasikan berdirinya Partai Pemuda Indonesia (PPI) sebagai wadah politik untuk mengambil alih kepemimpinan nasional dari kaum tua.
   
Ketua Umum PPI Hasanuddin Yusuf mengakui bahwa latar belakang dibentuknya PPI dalam percaturan politik ini dikarenakan selama beberapa kali kegiatan Pemilu di Indonesia aspirasi kalangan generasi muda tidak tertampung berbagai partai politik secara maksimal.

Berangkat dari pengalaman beberapa kali mengikuti pesta demokrasi Pemilu, menurut Hasanuddin, aspirasi dari kalangan generasi muda untuk lebih banyak berkiprah dalam panggung politik seolah terabaikan berbagai parpol.

"Munculnya gagasan membentuk PPI ini karena suara pemuda tak terwakili secara baik sehingga perlu mencari wadah baru untuk berhimpunnya kalangan generasi muda di seluruh Indonesia dalam kancah perpolitikan," kata Hasanuddin yang kini masih menjabat sebagai Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) itu.

Kuota Pemuda
   
Sebagai penegasan PPI adalah partainya para pemuda, partai yang saat ini dipimpin Hasanuddin Yusuf itu membatasi usia pengurus-pengurusnya maksimal 45 tahun.
   
Sejumlah pengurus partai di tingkat daerah rata-rata berusia antara 20 hingga 23 tahun, semisal Ketua PPI Kabupaten Mamuju, Sulawesi Selatan, usianya baru 22 tahun dan di Kabupaten Serang, Ketua DPD PPI masih berusia 21 tahun.
   
Bahkan dalam salah satu strategi perjuangannya untuk para pemuda, PPI mendesak agar kuota 50 persen pemuda untuk legislatif dimasukkan dalam RUU Politik dalam menghadapi Pemilu 2009.
   
Akomodasi itu penting dilakukan mengingat jumlah pemuda saat ini yang berusia 17 hingga 40 tahun lebih dari 92 juta jiwa sehingga sangat tidak masuk akal apabila potensi yang demikian besar ini diabaikan.
   
PPI mengharapkan dengan adanya kuota 50 persen bagi kaum muda, maka di masa-masa mendatang bangsa ini akan menyaksikan pemikiran-pemikiran segar dalam membangun bangsa dan negara ini.
   
"Kita tinggalkan politisi-politisi tua dengan pemikiran lama yang justru menghambat kemajuan bangsa ini," ujarnya.
   
Jika sebagian besar parlemen diisi pemuda, tentu bisa diharapkan parlemen dapat mendorong terjadinya reformasi birokrasi pada semua tataran sampai pada tingkat basis.
   
Reformasi birokrasi menjadi salah satu fokus utama perjuangan PPI karena selama ini birokrasi merupakan sumber masalah, khususnya terkait budaya korupsi yang terlanjur melekat.

Fasilitasi Mahasiswa
   
Untuk meningkatkan partisipasi rakyat dan pemuda Indonesia dalam kancah politik nasional di masa mendatang, PPI bertekad melibatkan sebanyak mungkin pemuda Indonesia sebagai pelaku utama kehidupan politik dan kebangsaan.

Tekad itu merupakan satu hak yang wajar karena PPI memang dilahirkan untuk menjawab tantangan dan permasalahan kebangsaan dan kepemudaan Indonesia masa kini dan masa mendatang.

Terkait dengan hal tersebut, partai dengan nomor urut 14 di pemilu 2009 ini memberi kesempatan kepada aktivis mahasiswa atau Badan Eksekutif Mahasiswa di berbagai perguruan tinggi untuk mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif dari PPI.

Kalangan aktivis mahasiswa itu mendapat jatah pada nomor urut tiga atau empat dalam daftar caleg PPI yang diusulkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

PPI berkomitmen mengakomodasi para aktivis mahasiswa tersebut untuk berkiprah melalui tempat yang lebih terhormat, yakni di kelembagaan parlemen, karena saat ini seharusnya mereka telah menerapkan strategi yang lebih terarah dalam menyalurkan berbagai aspirasi dan idealisme mereka ketimbang terus melakukan gerakan jalanan.
   
Karena pada umumnya mahasiswa bukanlah kelompok masyarakat "berada", partai ini tidak memungut bayaran apa pun kepada para caleg yang berminat mencalonkan dirinya melalui PPI tersebut.
   
Mereka hanya akan mengeluarkan dana untuk membiayai  kampanyenya sendiri dan hal tersebut menjadi pembeda PPI dengan partai lainnya yang umumnya memasang tarif kepada setiap orang yang ingin masuk daftar caleg.
   
Sebagai partainya kaum muda, DPP PPI memastikan sebanyak 85 persen caleg yang diajukan ke KPU untuk bertarung di pemilu legislatif 2009 adalah kaum muda berusia di bawah 45 tahun. Dengan demikian para senior hanya mendapat porsi tidak lebih dari 15 persen saja.
   
Sementara target perolehan suara dipatok sangat tinggi, yakni delapan persen atau setara dengan 50 kursi DPR RI. Walaupun demikian, terhadap calon presiden di Pilpres 2009, PPI masih menyimpan rapat-rapat siapa kandidat yang akan didukungnya. Para fungsionaris partai itu berdalih masih ingin berkonsentrasi untuk menghadapi pemilu legislatif.
   
Terlepas dari strategi yang akan diterapkannya, setidaknya keberhasilan PPI lolos verifikasi dan menjadi kontestan di Pemilu 2009 telah mematahkan mitos bahwa kaum muda tidak mampu mendirikan parpol. Opini yang berkembang saat ini adalah pemuda tidak akan bisa membuat partai yang ongkos politiknya sangat besar.
   
"Dengan modal semangat dan militansi kaum muda, kami yakin mampu memenangkan kompetisi dengan partai-partai lain di 2009?" kata Hasanuddin Yusuf. (*)


Kepengurusan
Ketua Umum   : Hasanuddin Yusuf
Sekjen       : Niko Silitonga
Bendahara    : Mila Okyavia
Nomor Urut   : 14

Alamat Partai
Jl. Pemuda Ruko Graha Mas Pemuda Blok AB No.3 Jakarta 13220
Telp : (021) 4788 2581, 4786 9157, 4786 9136
Website : www.partaipemudaindonesia.or.id

Oleh Djunaedi S
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008