Jayapura (ANTARA News) - Komite Perempuan Aceh Bangkit (KPAB) diperkenalkan di Papua dan untuk tahap pertama KPAB diperkenalkan di kalangan wartawan media cetak, elektronik dan Kantor Berita ANTARA untuk selanjutnya dissosialisasikan kepada semua komponen masyarakat di tanah Papua.

Sosialisasi visi, misi serta program KPAB dilakukan Ketua KPAB, Nurul Akmal,SE di Jayapura, Rabu (19/11) .

Seluruh rangkaian acara kegiatan ini dipandu Direktur HAM dan Kemanusiaan, Direktorat Jenderal Multilateral,Departemen Luar Negeri, Wiwiek Setyawati Firman, Kepala Balitbang HAM Depkum dan HAM, Prof.Dr Hafid Abbas dan Asisten Deputy Hak-hak sipil dan anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Dra.Hj.Sri Pardina Pudiastuti,M.Sc.

Nurul Akmal menjelaskan, KPAB merupakan sebuah organisasi swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak untuk membangkitkan semangat perempuan Aceh pasca konflik dan tsunami.

"Program utama dari KPAB adalah penguatan hak-hak sipil dan kedudukan perempuan di Aceh. Program ini sejak awal telah dibantu GTZ PAS NAD," kata Nurul.

Program ini berlangsung sejak 2006 hingga sekarang dengan berbagai kegiatan di lapangan antara lain sosialisasi UU PKDRT dan UU Perlindungan Anak serta UU Pemerintahan Aceh; membuka pos pengaduan bagi masyarakat, mendampingi kasus serta melatih paralegal; melaksanakan pendidikan politik bagi perempuan dalam menyambut Pilkada Aceh dan wawasan Nusantara, memupuk cinta tanah air bagi perempuan.

Selain itu, LSM KPAB ini bekerjasama dengan Departemen Luar Negeri melakukan sosialisasi HAM, memfasilitasi akte gratis bagi masyarakat kota Banda Aceh dan Aceh Besar dalam kerjasama dengan dinas terkait. KPAB telah memfasilitasi sekitar 800 akte.

Begitu pula, KPAB bekerjasama dengan Radio Binkara, Aceh TV untuk sosialisasi berbagai masalah dan pendidikan bagi perempuan di Aceh.

"Kami pun terus bertekad melakukan penguatan peran perempuan di pedesaan, terutama di lembaga Permusyawaratab Gampong. Kami mengupayakan kedudukan dan peran perempuan agar terlibat aktif dalam perencanaan Gampong," kata Nurul.

KPAB, lanjutnya, dalam kerjasama dengan berbagai komponen masyarakat, lembaga pemerintah dan organisasi internasional telah berhasil melahirkan Piagam Hak-Hak Perempuan di Aceh.

Untuk menghasilkan Piagam ini, KPAB mendapat dukungan dari berbagai pihak termasuk lembaga internasional pada siding HAM PBB ke-7 di Jenewa. Semua ini dilakukan agar Piagam ini benar-benar tidak bertentangan dengan hukum nasional dan hukum internasional.

Lahirnya Piagam Hak-Hak Perempuan di Aceh ini membutkikan bahwa secara umum hak-hak konstitusional perempuan dijamin secara eksplisit sebagai suatu hak fundamental yang tidak boleh dilanggar. Secara lebih operasional dan detail juga telah diturunkan ke dalam berbagai produk perundang-undangan.

"Karena Aceh mempunyai kekhususan dengan UU Pemerintahan Aceh, Penerapan Syariat Islam maka Piagam ini sangat penting sebagai suatu ikatan moral, standar, norma dalam pembuatan kebijakan atau dalam pembuatan Qanun-Qanun ke depan," katanya.

Sosialisasi KPAB dan Piagam Hak-Hak Perempuan Aceh di Papua oleh para wartawan dirasakan terlalu singkat karena waktu yang disediakan oleh panitia pun sangat kurang.

"Kami masih belum puas dengan penjelasan mengenai KPAB karena belum semua hal dijelaskan lantaran waktu yang terlalu singkat. Piagam Hak-Hak Perempuan di Aceh dapat menjadi inspirator lahirnya Piagam Hak-Hak Perempuan di Papua sehingga martabat perempuan di tanah Papua terus dihormati dan mendapat tempatnya yang wajar," kata salah seorang peserta, Elias Petege.

Elias berharap, kegiatan serupa digelar lagi di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat untuk berbagai kalangan, terutama kelompok-kelompok perempuan, LSM peduli perempuan dan anak serta tokoh masyarakat dan lembaga pendidikan.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008