Jakarta (ANTARA News) - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan merumahkan karyawan secara "tidak resmi" atau tanpa mengikuti prosedur peraturan ketenagakerjaan menjadi pilihan sebagian pengusaha ditengah semakin ketatnya likuiditas perusahaan. "Memang belum ada laporan resmi lagi terkait rencana merumahkan karyawan atau malah PHK dari anggota," kata Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), EG Ismy, di Jakarta, Jumat. Dia mengaku telah mendengar adanya perusahaan di Jawa Tengah yang merumahkan karyawannya, tetapi rencana itu belum pernah disampaikan secara resmi pada asosiasi, lagi pula pembicaraan bipartit hanya internal antara pengusaha dan pegawainya. "Biasanya mereka melakukan kesepakatan sendiri secara musyawarah. Jadi pembayaran uang pesangon atau gajinya pakai sistem termin," ujar dia. Beberapa perusahaan memang mungkin lebih memilih menyelesaikan masalah merumahkan karyawan ini melalui kesepakatan dua pihak saja antara pengusaha dan pegawai, katanya. Karena jika harus melapor tentu prosesnya menjadi lama. "Ya ada memang pengusaha-pengusaha yang nakal memanfaatkan situasi krisis ini. Tapi nggak semuanya harus dipukul rata, karena masih banyak pengusaha yang mengikuti prosedur," ujar dia. Terkait dengan penolakan penerapan Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri mengenai upah minimum karyawan diselesaikan secara bipartit, dia mengatakan, hal tersebut juga terjadi pada sektor ini. Pengusaha mencoba bertahan dengan mengikuti kebijakan pemerintah, pegawai menolak SKB diterapkan. Prosedur PHK karyawan dimulai dari usulan pengusaha kepada pemerintah dilanjutkan dengan proses verifikasi persoalan, pengusaha menyebutkan alasan PHK yang akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan kondisi perusahaan. PHK dianggap sah apabila dinas tenaga kerja telah menyetujui.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008