Ramallah,  (ANTARA News) - Presiden Palestina Mahmoud Abbas dipilih dengan suara bulat oleh Dewan Pusat Palestina (PCC), Ahad, sebagai presiden negara masa depan Palestina.

PCC, yang memiliki sebanyak 126 anggota yang mewakili semua kelompok dan faksi di dalam Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), bersidang di kota Ramallah, Tepi Barat Sungai Jordan, selama dua hari, pertemuan yang  dipimpin oleh Abbas.

Dewan Nasional Palestina (PNC), parlemen di pengasingan, pada 15 November 1988 telah memilih Yasser Arafat sebagai presiden negara Palestina. 

Arafat dipilih sebagai presiden Pemerintah Nasional Palestina (PNA) dan ketua PLO. Setelah ia meninggal pada November 2004, Abbas dipilih sebagai Ketua Komite Pelaksana PLO dan pada Januari 2005 ia dipilih sebagai Presiden PNA.

Sementara itu, Gerakan Perlawanan Islam (HAMAS) mengecam keputusan PCC untuk memilih Abbas sebagai Presiden negara Palestina, dan menyatakan baik PCC maupun PLO tak mewakili seluruh rakyat Palestina. HAMAS mengecam Abbas karena dikatakanya ia akan menyerukan pemilihan umum dini awal tahun depan jika dialog antara gerakan yang bertikai gagal menghasilkan kesepakatan.

Mushir al-Masri, seorang anggota parlemen HAMAS, mengatakan dalam suatu pernyataan bahwa keputusan PCC itu bertujuan memperpanjang masa jabata presiden bagi Abbas, yang "menurut hukum dasar Palestina, berakhir pada 9 Januari 2009", dan ketua Dewan Legislatif Palestina (PLC) untuk sementara akan menggantikannya.

Namun,  karena pemimpin PLC Aziz ad-Duwaik telah dijebloskan ke dalam penjara, HAMAS menyatakan, menurut hukum, wakilnya yang berpusat di Jalur Gaza, Ahmed Bahas --yang juga adalah salah seorang pemimpin HAMAS-- akan menjadi presiden selama 60 hari sampai pemilihan presiden baru diselenggarakan di wilayah Palestina.

"Tindakan semacam itu akan menambah rumit situasi dalam negeri saat ini dan akan meningkatkan rintangan guna menyelenggarakan dialog nasional serta mencapai perujukan nasional Palestina," kata al-Masri.

Negara merdeka Palestina belum berdiri, sementara Jalur Gaza telah dikuasai oleh HAMAS sejak pertengahan Juni 2007, sementara PNA dan gerakan Fatah menguasai beberapa bagian Tepi Barat.

Israel memberlakukan blokade ketat atas Jalur Gaza dan menduduki beberapa bagian wilayah Tepi Barat.

Mahmoud az-Zahar, pemimpin senior HAMAS di Jalur Gaza, mengatakan kepada wartawan sebagai reaksi atas pernyataan Abbas bahwa "Abbas tak memiliki hak untuk memutuskan tanggal baru bagi penyelenggaraan pemilihan umum dan ia tak berhak memperpanjang masa jabatan presidennya".

Az-Zahar menolak keputusan PCC tersebut, dan mengatakan, "Keputusan Dewan Pusat bukan kewajiban bagi HAMAS." Hamas, yang menang dalam pemilihan anggota parlemen pada awal 2006, tak memiliki wakil di PCC dan di PLO.

Ia kembali menyatakan gerakannya ingin duduk di meja dialog bersama Abbas dan gerakan Fatah-nya, tapi hanya jika pasukan keamanan Abbas membebaskan sebanyak 600 pegiat dan anggota HAMAS.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008