Oleh Tunggul Susilo

Denpasar (ANTARA News) - Rangkaian pesta seni, budaya dan lingkungan "Gempita Gianyar 2008" menjadi salah satu atraksi wisata tahunan di Bali yang cukup menarik dan mampu mendatangkan kunjungan wisatawan dari berbagai negara.

Pesta seni bertajuk "Mencumbu Alam di Bumi Kahyangan" yang berlangsung 14-16 November 2008 tersebut, dinilai sukses menampilkan sejumlah pentas seni, yang dipadukan kegiatan pelestarian lingkungan dan budaya.

Hujan yang setiap hari membasahi bumi Gianyar, justru meneduhkan suasana dan menambah antusiasme masyarakat Gianyar maupun wisatawan asing dalam menyambut pergelaran setahun sekali itu.

Seperti diungkapkan Srijori, seorang warga Bali, bahwa masyarakat maupun wisatawan menginginkan acara itu bisa terus berlangsung secara berkala setiap tahun.

"Kami dan warga lainnya berterima kasih karena banyak pihak yang memberi perhatian pada pelestarian kebudayaan dan lingkungan, hingga berhasil menyelenggarakan program seindah ini," ucapnya.

Kegiatan ini diawali pesta seni "Exotic Culture" di Pucak Payogan, menampilkan sendratari Calonarang yang dibawakan oleh tiga generasi penari terkemuka Maestro Ni Ketut Cenik, Ni Wayan Sekariani dan Sri Maharyeni serta I Ketut Rina.

Jay Subyakto sebagai penata artistik mengemas pertunjukan selama kurang lebih 90 menit dengan sangat apik.

Pergelaran dibuka dengan penampilan balaganjur, menggunakan seperangkat gamelan yang biasa diperuntukkan mengiringi pawai atau iring-iringan upacara agama atau upacara adat.

Seiring waktu, prosesi balaganjur juga mengandung makna ketulusan dalam "ngayah", yakni melaksanakan sesuatu tanpa pamrih.

Penonton kemudian diajak menyaksikan atraksi sabung ayam, sebuah budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Pulau Dewata. Adu ayam jago ini tidak hanya dilakukan oleh rakyat untuk hiburan semata, tetapi hadiah pemenang kemudian dimanfaatkan untuk pembangunan banjar atau semacam kantor dusun.

Penyanyi muda berbakat Gita Gutawa yang terlibat dalam pergelaran ini, tampil menyusul dengan membawakan lagu berbahasa Bali, "Choping Larung" karya Guruh Soekarnoputra.

Lagu ini menceritakan kegelisahan Frederick Chopin ? seorang komposer musik ? yang melihat rusaknya budaya Bali akibat pengaruh kebudayaan barat.

Chopin mengangankan dirinya dilarung di laut Bali jika meninggal dunia nanti.

"Saya ingin menampilkan wajah Bali seutuhnya dengan menyuguhkan budaya yang masih hidup seperti sabung ayam. Gita Gutawa datang dari Jakarta dan tampil bukan untuk membawakan lagu pop tetapi harus menyampaikan lirik dalam bahasa Bali," demikian Jay Subyakto.

Sendratari Calonarang diangkat karena usianya yang sudah sangat tua dan mempunyai jalan cerita yang istimewa.

Sendratari yang dahulu dipertunjukkan di pemakaman ini, menampilkan Tari Sisia yang dibawakan oleh Sri Maharyeni. Tariaan ini menggambarkan murid-murid atau pengikut dari Walu Nateng Dirah yang menerima pelajaran ilmu hitam secara langsung dari Walu Nateng Dirah.

Tari Walu Nateng Dirah sendiri, yang menceritakan tokoh sentral dalam sendratari "Calon Arang", dibawakan oleh Ni Wayan Sekariani. Walu Nateng Dirah adalah perempuan yang sangat sakti dan hidup di tengah hutan.

Ni Wayan Sekariani membawakan dua buah tarian lainnya secara berturut-turut yaitu Tari Padung yang menggambarkan upaya Patih Padung dalam membalas dendamnya pada Walu Nateng Dirah dan Tari Rangda yang merepresentasikan betapa kuat dan dahsyatnya ilmu hitam yang dikuasai Walu Nateng Dirah.

Maestro Ni Ketut Cenik tampil sebagai Rarung ? salah satu murid terbaik dan tersakti yang dimiliki oleh Waru Nateng Dirah ? yang kerap menunjukkan kekuatannya dengan cara memainkan atau memakan bayi yang telah meninggal dunia.

I Ketut Rina, bersama sanggarnya terakhir menginterpretasikan lakon Calonarang dengan caranya yang khas, disertai kejutan bola-bola api yang bergulir di antara para penari Kecak.

Pergelaran yang dihadiri oleh Bupati Gianyar Ir. Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, Msi, Ketua BPK Anwar Nasution, sejumlah pejabat daerah, para pengurus Yayasan Sekar Saji Nusantara serta tamu-tamu penting lainnya ini menyisakan kesan yang mendalam.

"Pagelaran The Exotic Culture malam ini mampu membuktikan ke-eksotisannya. Luar biasa. Tidak semua warga Bali mengenal dan mengerti jalan cerita Calonarang. Mudah-mudahan masyarakat teredukasi dan memperoleh pengalaman berharga," kata Maryuna Anwar Nasution, Ketua Yayasan Sekar Saji Nusantara, setelah memberi penghargaan kepada pendukung acara.

Sang penata artistik menambahkan, bahwa Gempita Gianyar selanjutnya mungkin saja mengangkat unsur seni dari daerah lain di Bali dan bahkan dari propinsi lain di Indonesia.

Gempita Gianyar nantinya diharapkan menjadi wadah perwujudan apresiasi seni dan potensi budaya Nusantara.

Pesta Lingkungan

Pesta lingkungan diselenggarakan di Pantai Masceti, yang berada satu garis pantai dengan Pantai Sanur, namun memiliki pasir hitam yang keindahannya belum diperkenalkan secara maksimal.

Selain melestarikan seni budaya khas Gianyar dan Bali, Gempita Gianyar 2008 Green Gathering mempunyai misi melestarikan alam dan lingkungan hidup.

Wakil Bupati Gianyar Dewa Made Sutanaya, yang hadir bersama sejumlah pejabat pemerintah dan masyarakat setempat, berharap kegiatan tersebut dapat mencegah abrasi Pantai Masceti serta menjaga kebersihan dan kelestariannya.

Pesta lingkungan ditandai dengan penanaman pohon kelapa dan pohon camplung di sepanjang garis pantai serta melepas sejumlah tukik (anak penyu) ke laut oleh murid-murid SD Negeri 1 Keramas dan SD Negara 1 Medahan.

Gita Gutawa tampil membawakan lagu Tanah Airku, sehingga menambah semarak dan berkesan kegiatan pelestarian lingkungan yang dimaksudkan untuk mendidik anak-anak sekolah dasar dan masyarakat umum itu.

Jay Subyakto, salah seorang penggagas program ini, berharap pemerintah dapat bekerja sama dengan para pemerhati lingkungan lainnya seperti kelompok akademisi, organisasi pecinta lingkungan dan teknisi lingkungan.

Dengan demikian akan dapat bersama-sama menjalankan program restorasi dengan menciptakan teknologi sederhana yang memanfaatkan sumber daya alam, dapat diakses dan dimanfaatkan oleh masyarakat secara kolektif.

Maryuna Anwar Nasution, Ketua Yayasan Sekar Saji Nusantara, berharap dalam empat-lima tahun ke depan, penghijauan Pantai Masceti dapat membuahkan hasil.

Pesta Tenun

Program terakhir dalam rangkaian Gempita Gianyar 2008 adalah Pesta Tenun yang diselenggarakan di Ubud Village Resort & Spa. Meski gerimis sempat turun di awal acara, peragaan busana yang bernuansa romantis ini secara sempurna menampilkan lebih dari 40 hasil karya rancang Thomas Sigar, Tjok Abi & Tude dengan motif-motif tenun Bali.

Bekerjasama dengan Putri Ayu Tenun Gianyar, Thomas Sigar menciptakan kain-kain tenun gaya baru Bali yang menampilkan motif-motif tradisional seperti Cakra ? Geringsing, Jempiring, Kepiting dengan sistem "airbrush" dalam warna-warna pelangi.

Kesempatan ini juga digunakan oleh Thomas untuk bekerjasama kembali dengan Rumah Mode Mamuli untuk kesekian kali.

Khusus untuk Gempita Gianyar 2008, Thomas menciptakan terobosan baru menambah tenun dengan imbuhan sungkit dan jalinan benang sutera halus berwarna tembaga-keemasan.

Ia juga secara kreatif menampilkan bahan-bahan yang terbuat dari serat dengan warna alam.

"Gempita Gianyar bukanlah sebuah program biasa, namun secara luhur memadukan seni, budaya dan pelestarian alam. Apa yang kami persembahkan kali ini betul-betul memperhatikan pemanfaatan kekayaan ekologi dan alam nusantara," papar Thomas Sigar.

Sementara Tjok Abi mengaku sangat berbahagia bisa terlibat aktif dalam gelaran perpaduan seni, budaya dan lingkungan. "Kesempatan ini merupakan satu lagi langkah kecil saya dalam meniti jalan menuju cita-cita mulia melestarikan dan mengembangkan kain tradisional Bali," ucapnya.

Ia juga sangat berharap momentum ini tidak hanya menarik perhatian masyarakat dan wisatawan, tetapi lebih jauh dapat menggerakkan pemerintah dalam menjangkau desa-desa tempat penrajin.

Menurut dia, perlu upaya yang terintegrasi untuk memperjuangkan misi tersebut, misalnya Departemen Perindustrian bekerjasama dengan sarjana-sarjana desain tekstil, usaha mikro, industriawan dan organisasi promotor budaya, guna bersama-sama memperluas potensi pasar, pembeli dan pengguna kain Bali.

Festival Gempita Gianyar yang kedua kalinya, dengan meramu kegiatan seni, budaya dan lingkungan, dinilai berhasil menunjukkan magnet magis-nya, ditandai kehadiran dan keterlibatan masyarakat luas dan banyaknya wisatawan yang hadir.

Berbagai pihak terkait, baik masyarakat seni, warga Gianyar maupun Bali secara umum, tentu berharap kegiatan ini dapat terus berlangsung, mampu memberdayakan modal sosial budaya dan tidak hanya berhenti menjadi kegiatan seremonial, sehingga menunjang pariwisata dan perekonomian Pulau Dewata. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008