Jakarta,  (ANTARA News) - Keputusan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memperbarui Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam negeri dipermasalahkan oleh Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) karena dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang pemilu legislatif.

Koordinator Nasional JPPR Jeirry Sumampow, di Jakarta, Selasa, mengatakan akan melaporkan indikasi pelanggaran ini pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"KPU telah melakukan pelanggaran. Siang ini kami akan melapor ke Bawaslu," katanya.

Sebelumnya, pada Senin malam (24/11) Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengumumkan jumlah pemilih tetap pemilu legislatif 2009 yakni 171.068.667 orang, yang terdiri dari 169.558.775 pemilih tetap dalam negeri dan 1.509.892 pemilih luar negeri.

Khusus untuk pemilih tetap dalam negeri, sebelumnya KPU telah mengumumkan DPT di 33 provinsi pada 24 Oktober 2008 yakni 170.022.239 orang. Namun, untuk DPT Papua Barat KPU masih menggunakan prakiraan yakni 475.716 orang karena adanya keterlambatan pengiriman data.

KPU menjanjikan untuk kembali mengumumkan DPT pada 24 November yang memuat DPT Papua Barat dan luar negeri.

Saat mengumumkan DPT akhir pada Senin malam, Ketua KPU mengungkapkan terjadi perubahan data pemilih dari sebelumnya. Sebagian besar DPT provinsi mengalami penambahan

Meski sebagian besar mengalami penambahan, secara keseluruhan jumlah pemilih tetap mengalami penurunan dari data yang semula telah diumumkan KPU.

Hafiz mengatakan rapat pleno KPU telah memutuskan untuk melakukan perbaikan terhadap DPT karena dijumpai adanya data yang tidak akurat. Ketidakakuratan data tersebut disebabkan adanya kesalahan petugas dalam memasukkan data pemilih. Data yang diserahkan KPU Kabupaten/Kota diakui belum sempurna.

Hafiz mengatakan KPU akan menggunakan DPT terakhir sebagai dasar untuk pengadaan logistik. Ia meyakini data tersebut lebih akurat.

Menurut Jeirry keputusan KPU mengubah DPT ini telah melanggar UU 10/2008. Pasal 47 ayat 3 UU tersebut menyebutkan KPU melakukan rekapitulasi daftar pemilih secara nasional.

Ia menilai KPU tidak melaksanakan ketentuan tersebut karena telah melakukan rekapitulasi yang tidak lengkap dan kemudian memperbarui data pemilih.

KPU juga dinilai melanggar pasal 40 ayat 2 UU 10/2008 tentang daftar pemilih tambahan. KPU, katanya, telah memutuskan mengakomodasi penambahan jumlah pemilih, padahal pemilih tambahan adalah pemilih yang telah terdaftar tetapi karena keadaan tertentu tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS tempat pemilih terdaftar.(*)

 

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008