Bandung (ANTARA News) - Komisi Yudisial menolak perpanjangan batasan maksimal usia Hakim Agung hingga 70 tahun oleh DPR RI karena banyaknya kasus-kasus laporan masyarakat yang diakibatkan kesalahan hakim berusia di atas 65 tahun.

Ketua Komisi Yudisial, Busyro Muqoddas saat melakukan klarifikasi kepada terpidana Soenaryo di Bandung, Kamis malam mengatakan maksimal usia hakim agung sebaiknya maksimal 65 tahun karena pertimbangan ketelitian dan kecermatan.

"Beberapa kasus yang diakibatkan kekurangcermatan atau ketelitian hakim salah satunya ditunjukkan pada kasus Soenaryo dimana dakwaan berlapis yang seharusnya pasal korupsi berubah menjadi pasal pencabulan dalam subsidernya," katanya.

Selain itu, lanjut Busyro, banyaknya hakim yang dalam putusannya menguatkan vonis dari pemeriksaan sebelumnya di tingkat pengadilan tinggi (PT) hanya menyantumkan kata menguatkan tanpa ada penjelasannya.

"Seharusnya ada pendapat para hakim atas vonis tersebut, tetap atau hanya menguatkan, ini salah satu pertanda kinerja hakim yang kurang dapat memuaskan para terdakwa, kuasa hukum atau keluarga terdakwa," ujarnya.

Selain itu, perpanjangan usia hakim agung ini dirasakan cukup mengganggu regenerasi hakim di mata para hakim yang saat ini harus menunggu antrean panjang jika usia 70 tahun diberlakukan.

"Semangat regenerasi ini dirasakan kurang kuat di mata para hakim muda yang diterima KY melalui pesan pendek dan aspirasi ini tentu saja dapat menjadi dasar perubahan sikap dan perilaku hakim yang berimbas pada sebuah penegakkan hukum di Indonesia," katanya.

Untuk itu, KY yang sebelumnya telah menolak perpanjangan usia hakim agung ini akan kembali menyampaikan alasan penolakannya kepada Komisi III DPR RI yang akan merevisi Undang-undang Komisi Yudisial dengan menyertakan data-data.

"Kami akan memberikan data-data berbagai kesalahan dan perilaku hakim berusia melebihi 65 tahun yang diakibatkan kurang cermat dan telitinya mereka saat bertugas di persidangan dan atau memutuskan suatu perkara," kata Busyro.

Diberitakan sebelumnya, Komisi Yudisial menemukan fakta keteledoran hakim di Mahkamah Agung terkait surat penetapan perpanjangan penahanan terpidana kasus korupsi kredit Bank Mndiri Cabang Sukabumi, Soenaryo Soetomo Putra dimana pasal korupsi yang dijeratkan berlapis dengan pasal pencabulan anak di bawah umur.

Dalam surat yang ditandatangani Wakil Ketua MA, Marianna Sutadi SH menyebutkan Soenaryo harus diperpanjang penahanannya karena telah melakukan perbuatan dalam dakwaan primer pasal 81 ayat 2 UU nomor 23/2002.

Dalam subsidernya disebutkan pasal yang dijeratkan adalah 287 ayat 1 dan 293 ayat 1 KUHP, tidak hanya itu dalam isian identitas terdapat kekeliruan penyebutan pekerjaan dan nama kota tempat tinggal Soenaryo.

Atas kekeliruan ini, Soenaryo menjalani masa penahanan selama 30 hari tanpa dasar hukum yang kuat sehingga secara hukum, penetapan ini telah melanggar Hak Asasi Manusia.

Hakim yang menangani kasus ini adalah German Budiarto SH, Soedarno SH keduanya berusia 67 tahun dan kini telah pensiun dan Timur P Manurung, SH yang usianya telah di atas 60 tahun. (*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008