Semarang (ANTARA News) - Penangguhan eksekusi terhadap empat terpidana anggota DPRD periode 1999-2004 yang terlibat kasus korupsi APBD Kota Semarang 2004 oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Semarang memperburuk kinerja lembaga kejaksaan.

"Penangguhan itu (terhadap empat terpidana anggota DPRD periode 1999-2004, red.) menunjukkan kinerja Kejari Semarang tidak maksimal," kata Koordinator Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah, Jabir Alfaruqi, di Semarang, Rabu.

Jabir mengatakan, kinerja yang kurang maksimal tersebut ditunjukkan dengan belum ada upaya eksekusi terhadap empat terpidana padahal status hukumnya telah berkekuatan hukum tetap.

Permohonan kasasi yang diajukan empat terpidana Fathur Rakhman, Agustina Wilujeng, Santoso Hutomo, dan Tohir Sandirejo dalam perkara korupsi anggaran ganda yang diduga telah merugikan negara sebesar Rp2,16 miliar telah ditolak Mahkamah Agung (MA) dan keempatnya dijatuhi hukuman pidana sesuai putusan banding Pengadilan Tinggi (PT) Jateng yakni setahun penjara.

Kepala Kejari Semarang, Amirullah mengatakan bahwa eksekusi terhadap keempat terpidana menunggu proses peninjauan kembali (PK) selesai.

"Dalam undang-undang tidak ada keharusan eksekusi dilakukan secepatnya. Kejari Semarang punya kebijakan sendiri untuk menunggu PK selesai," katanya.

Kajari menjelaskan, eksekusi menunggu PK karena belajar dari banyak kasus eksekusi dilakukan ternyata kemudian PK diterima. Oleh karena itu, agar kasus tersebut tidak terulang, pihaknya akan menunggu PK selesai.

Menanggapi hal tersebut, Jabir mengatakan, memang dalam undang-undang tidak mengatur eksekusi dilakukan secepatnya tetapi juga tidak ada larangan juga eksekusi dilakukan segera karena hal tersebut berkaitan dengan kinerja Kejaksaan.

Jabir menegaskan eksekusi tidak ada kaitannya dengan pengajuan PK oleh terpidana, karena pengajuan PK tidak dapat menangguhkan dilakukannya eksekusi. Pasal 268 KUHAP telah mengatur, eksekusi tidak akan berpengaruh selama proses perkara PK dilakukan.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008