Mina, Mekah  (ANTARA News) - Tim pengawas haji dari Komisi VIII DPR RI menilai proses Armina (Arafah untuk wukuf, Muzdalifah untuk mabit/bermalam, Mina untuk lontar jumroh) yang merupakan "puncak ibadah haji" itu berlangsung lebih maju dibanding tahun sebelumnya.

"Dibanding tahun lalu, prosesi Armina tahun ini ada kemajuan, meski ada hal yang kurang, sehingga jemaah haji Indonesia yang awalnya kelelahan akibat pemondokan yang jauh akhirnya dapat beribadah dengan baik," kata anggota Komisi VIII DPR RI Ichwan Syam di Mina, Mekah, Kamis.

Apalagi, kata politisi Golkar itu, jumlah korban meninggal dunia selama prosesi Armina juga lebih berkurang.

"Mungkin karena ada keramahan cuaca yang tak jauh berbeda dengan di Tanah Air, tapi pelayanan kesehatan juga ada peningkatan kualitas sesuai dengan anggaran yang meningkat," katanya.

Bahkan, katanya, pemberian katering dalam bentuk prasmanan juga berjalan baik, meski belum ideal, misalnya terkait perjanjian yang berbunyi setiap kloter akan disiapkan delapan meja prasmanan, tapi setiap kloter ternyata hanya disiapkan 6-7 meja prasmanan.

"Kondisi Jamarat juga sudah bagus dan bertingkat-tingkat, sehingga tidak ada korban serius, kecuali kelelahan. Saya sendiri sempat menemukan jemaah yang kelelahan setelah melempar jumroh Ula dan Wustho, lalu tertidur, hingga dia akhirnya dibangunkan temannya untuk melanjutkan melempar jumroh Aqobah," katanya.

Kendati ada kemajuan, ia mengingatkan pelayanan yang berjalan lancar itu dijadikan pelajaran untuk ke depan, terutama kedisiplinan petugas dalam mengontrol keberadaan jemaah ketika wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, dan melempar jumroh di Mina.

"Saya pernah melihat jemaah haji Indonesia saat tiba di Arafah langsung ke Jabal Rahmah, padahal jemaah haji lain dikontrol petugas untuk tertib melaksanakan wukuf. Tempat wukuf juga banyak yang dipenuhi PKL (pedagang kaki lima) dan sepi polisi, sehingga jorok, crowded, sampah menumpuk, jalanan becek, dan sebagainya. Itu rawan meningitis," katanya.

Selain itu, katanya didampingi rekannya seperti Zainut Tauhid, Abdullah Azwar Anas, dan sebagainya, pihaknya juga meminta petugas melakukan sweeping dengan bus keliling pascaArmina.

"Kalau evaluasi secara umum, kami sudah menyampaikan tiga hal yang tak boleh terjadi lagi yakni pemondokan yang jauh melebihi lima kilometer, angkutan dari pemondokan ke Masjidilharam yang pasti crowded, dan uang pengembalian dari sisa sewa pemondokan yang banyak memicu fitnah." katanya.

Ia menambahkan pemerintah juga perlu melakukan pendekatan kepada pemerintah Arab Saudi terkait masalah ibadah, di antaranya masakah Mina Jadid atau batas Muzadalifah yang hanya diputuskan ulama Arab Saudi tanpa melibatkan perwakilan ulama se-dunia.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008