Jakarta (ANTARA News) - Ekonom UI, Bambang PS Brodjonegoro menyatakan bahwa daya serap anggaran yang rendah di daerah-daerah merupakan masalah utama yang harus diatasi dalam konteks desentralisasi fiskal. "Penyerapan yang rendah, yang ditunjukkan dengan sisa anggaran lebih yang cukup banyak, adalah masalah utama yang harus diatasi dalam konteks desentralisasi fiskal sebelum bicara basis pajak daerah dan lainnya," kata Bambang di Jakarta, Kamis. Ia menyebutkan, adanya sisa anggaran lebih hingga mencapai Rp45 triliun dari seluruh daerah di Indonesia pada tahun lalu merupakan jumlah yang tidak sedikit. "Mengapa uang sebanyak Rp45 triliun tidak terpakai, padahal dampak ekonominya kan besar sekali, dan harusnya mengena langsung ke masyarakat," katanya. Bambang mengidentifikasikan, rendahnya penyerapan anggaran di daerah itu karena sejumlah faktor seperti pengesahan APBD yang terlambat sehingga waktu pelaksanaannya terbatas. Penyebab lainnya adalah perencanaan yang lemah seperti tidak mampu menyusun program yang selesai dalam setahun, dan ketakutan terhadap tindakan hukum. Menurut Bambang, tidak tertutup pula kemungkinan adanya kesengajaan daerah untuk menyimpan dananya di bank daerah sehingga memperoleh bunga atau fee dari bank. "Daripada susah-susah bikin proyek terus tidak ada uang masuk, mendingan uang ditaruh di bank dan nanti mendapat bunga yang akan menjadi pendapatan lain-lain di APBD, sehingga seolah-olah APBD berprestasi karena adanya tambahan PAD," katanya. Menurut dia, solusi atas berbagai masalah itu antara lain perlunya sanksi pemotongan/penundaan transfer dana jika pengesahan APBD terlambat, dan perbaikan perencanaan oleh daerah. Masalah kepastian hukum dapat diatasi dengan mengajak aparat hukum di daerah untuk saling mengetahui mana-mana yang benar yang harus dilakukan, sehingga tidak terjadi yang benar justru disalahkan. "Namun sebenarnya kuncinya ada di masyarakat melalui DPRD. Mereka harus mengontrol ketat agar dana terserap lebih cepat. Ini harusnya menjadi alat evaluasi bagi DPRD," kata Bambang.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008