Makassar (ANTARA News) - Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Febrianti Abassuni menegaskan, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia menolak kapitalisme karena kapitalisme merupakan sistem ekonomi yang identik dengan penjajahan.

Hal itu disampaikan Febrianti di Makassar, Senin (15/12) berkaitan dengan pelaksanaan Konferensi Muslimah Indonesia Timur yang berlangsung di Makassar, Selasa dengan tema "Selamatkan Kekayaan Alam Indonesia Timur, Cegah Disintegerasi, Bangun Bangsa Besar Dengan Khilafah".

"Kapitalisme memfasilitasi ketamakan kaum kapitalis untuk terus mengembangkan kekayaannya untuk pertumbuhan ekonomi. Besarnya sebuah negara kapitalis mengharuskan adanya negara lain yang menderita karena dihisap kekayaannya oleh negara kapitalis tersebut," katanya.

Konferensi ini, lanjutnya merupakan satu dari rangkaian acara Konferensi Muslimah Nasional bertema Menuju Indonesia Besar, Kuat dan Terdepan Dalam Naungan Khilafah Islamiyah yang diselenggarakan di enam kota besar di Indonesia, yaitu DIY Yogyakarta, Medan, Banjarmasin, Surabaya, Ujung Pandang dan Bogor.

Febrianti mengatakan, saat ini Indonesia sedang menjadi "sapi perah" negara adidaya dan sekutunya.

"Indonesia punya kekayaan alam yang sangat melimpah, namun rakyatnya banyak yang masih hidup miskin," katanya.

Kekayaan alam ini, terutama di wilayah Indonesia bagian timur telah dieksploitasi secara besar-besaran oleh pihak asing.

Akibatnya kemiskinan dan kesenjangan ekonomi karena pengelolaan sumber daya alam yang berorientasi pada kepentingan kapitalis yang melanda masyarakat di wilayah ini telah sampai pada taraf yang membahayakan integrasi Indonesia.

Febrianti menyatakan, tata kelola SDA kapitalistik selalu bercirikan akumulasi lahan, tumbuhnya industri raksasa yang padat modal, mengharuskan pasar bebas dan menciptakan kesenjangan pendapatan yang sangat besar antar unit ekonomi.

Sifat tata kelola semacam ini berdampak pada krisis ekologi, hilangnya keragaman (biodiversity loss) dan kehancuran SDA. Meski dampaknya telah menyebabkan krisis yang meluas dan dirasakan rakyat banyak, namun karena ditopang oleh sistem politik dan sistem ekonomi kapitalistik, tata kelola SDA semacam ini tetap bertahan.

"Ketika ini terjadi di Indonesia Timur, dan diopinikan bahwa masalah ini bisa diselesaikan kalau rakyat Indonesia Timur sendiri yang mengelola SDAnya, maka timbullah keinginan untuk melepaskan diri dari Indonesia.

Padahal selama tata kelola SDAnya tetap kapitalistik, lepas dari Indonesia hanya berarti lepas dari kekuasaan kapitalis yang satu ke kekuasaan kapitalis yang lain. Atau lepas dari kekuasaan kapitalis melalui pemerintah Indonesia, masuk ke bawah penguasaan kapitalis dunia secara langsung, jelas.


Solusi Febrianti.

Hizbut Tahrir Indonesia menawarkan solusi bagi permasalahan ini dengan mengubah tata kelola SDA kapitalistik menjadi tata kelola SDA dengan syariah Islam. Tata kelola ini ditopang oleh sistem pemerintahan Khilafah dan sistem ekonomi Islam.

Para peserta konferensi ini akan mengikuti ceramah para intelektual Muslimah yang berasal dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Papua dan diikuti juga kalangan akademisi, ormas, parpol dan masyarakat umum.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008