Paris (ANTARA News) - Berbagai letusan vulkanis secara periodik telah mendinginkan kawasan tropis dalam periode 450 tahun, dengan menyemburkan partikel yang menyelubungi dunia pada ketinggian dan memantulkan sinar matahari, demikian menurut pengkajian yang dirilis Minggu. Riset itu menambahkan sebuah bukti regional pada penelitian sebelumnya yang menemukan berbagai letusan besar, seperti letusan Gunung Krakatau di Selat Sunda pada 1883 dan Gunung Huaynaputina di Peru pada 1600, memberikan kontribusi pada pendinginan dengan skala global. Trio ilmuwan yang dipimpin Rosanne D'Arrigo dari Observatorium Bumi Lamont-Doherty di Palisades, New York, mengamati pada temperatur lautan pada sabuk yang merentang dari 30 derajat Lintang Selatan dan 30 derajat Lintang Utara. Mereka menyusun catatan suhu pada hampir setengah milenium silam dari tiga sumber, yakni inti es, lingkaran pohon dan terumbu karang. Mereka menemukan periode terpanjang pendinginan permukaan laut hingga pada kedalaman satu meter yang berlangsung pada awal abad 1800 menyusul letusan Gunung Tambora di Indonesia. Gunung Tambora meletus pada 1815 dan merupakan letusan paling terkuat yang tercatat dalam sejarah, dengan menyemburkan 50  kilometer kubik magma, menurut Survei Geologi AS. Namun demikian, hubungan antara aktivitas gunung berapi dan permukaan lautan yang lebih dingin melemah pada abad 20, tampaknya akibat pemanasan global dari pembakaran fosil, kata para peneliti, sebagaimana dilaporkan AFP. Pendorong perubahan iklim Pengkajian lainnya, juga disiarkan secara online pada jurnal Nature Geoscience, menunjuk pada pendorong perubahan iklim yang tak dikenali sebelumnya. Pertanian dengan menggunakan bahan kimia secara besar-besaran akan memicu pelepasan karbon dioksida (CO2) dari sungai-sungai, kata Henry Wilson dan Marguerite Xenopoulos dari Universitas Trent di Ontario, Kanada. Para peneliti memeriksa material yang mengandung karbon dan organik yang sudah larut di 34 sungai di Ontario. Beberapa sungai itu kondisinya masih alami dan sungai lainnya tercemar berat dengan bahan kimia pertanian, seperti pupuk, insektida dan herbisida. Polusi dari bahan kimia ini berarti material organik tersebut lebih mungkin melepaskan karbonnya ke atmosfir, pengkajian itu menemukan. Faktor ini harus dipertimbangkan para pengamat iklim, kata pengkajian itu. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008