Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung (Kejakgung) hanya mengenakan hukuman ringan terhadap Kemas Yahya Rahman dan kawan-kawan (dkk) meskipun  mereka terkait kasus Jaksa Urip Tri Gunawan yang menerima suap  660 ribu dollar AS dari Artalyta Suryani alias Ayin.

Kemas Yahya Rahman sebelumnya menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), M Salim menjabat Direktur Penyidikan Jampidsus, dan Joko Widodo menjabat setara kasubdit.

"Ketiga terlapor, KYR, MS dan JW terbukti melakukan perbuatan tercela," kata Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejakgung, Darmono, di Jakarta, Senin.

Dikatakan, sanksi yang diberikan kepada Kemas Yahya Rahman adalah pernyataan tidak puas secara tertulis dari pimpinan. "MS dan JS sanksi teguran tertulis," katanya.

Sedangkan untuk Untung Udji Santoso, mantan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), tidak diberikan sanksi karena yang bersangkutan sudah mengundurkan diri dari jabatannya pada 25 Juni 2008.

Ia mengatakan kesalahan terlapor Kemas Yahya Rahman adalah menerima kedatangan Ayin yang ada kaitannya dengan obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Syamsul Nursalim serta ada perbincangan telepon.

"MS menerima kedatangan Artalyta Suryani dan melakukan perbincangan, JW mengantar Artalyta ke MS," katanya.

Sedangkan Untung Udji Santoso terbukti menerima pembicaraan dengan Artalyta Suryani saat penangkapan Jaksa Urip Tri Gunawan pada 2 Maret 2008.

Saat ditanya wartawan alasan pemberian hukuman yang ringan tersebut, ia mengatakan perbuatan perbincangan itu legal atau tidak ada larangan.

"Apa yang dilakukan terlapor tidak menimbulkan akibat hukum, baik perdata maupun pidana," katanya.

"Sedangkan Urip Tri Gunawan diberhentikan secara tidak hormat, sebagai pegawai negeri sipil (PNS)," katanya.

Seperti diketahui di tingkat banding Jaksa Urip Tri Gunawan, dijatuhi vonis selama 20 tahun penjara.

Urip Tri Gunawan pada 2 Maret 2008, tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menerima uang suap sebesar 660 ribu dollar AS dari Artalyta Suryani.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008