Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin meluruskan gagasannya soal koalisi strategis partai-partai Islam yang kemudian dikonotasikan oleh sejumlah media massa dengan Poros Tengah Jilid II.

"Gagasan yang saya maksudkan adalah koalisi strategis agar parpol-parpol itu melakukan komunikasi yang intens dalam menghadapi masalah strategis kebangsaan," ujarnya kepada wartawan usai menjadi pembicara kunci pada Refleksi Akhir Tahun Politik Keagamaan di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta, Selasa.

Ia menegaskan bahwa ide dasar adanya koalisi strategis itu adalah adanya dialog dalam menghadapi masalah strategis bangsa, seperti bagaimana menghadapi hegemoni dunia, krisis global, krisis pangan dan energi serta masalah strategis lainnya.

"Sebenarnya namanya tidak tidak jadi masalah, apakah koalisi strategis, poros penyelamat, atau yang lain. Tetapi Poros Tengah kan sudah terlanjur dikenal sebagai koalisi untuk menggolkan capres," katanya.

Din mengatakan, dirinya ingin mendorong partai-partai Islam dan ormas-ormas Islam sebagai lingkaran terdekatnya untuk menjalin komunikasi yang intensif agar "simpul-simpul" yang ada selama ini menjadi lebih solid.

Setelah itu, katanya, koalisi strategis ini juga menjalin komunikasi dengan pihak-pihak lain seperti kalangan nasionalis, dan lain-lain, sehingga dikotomi agamis dan nasionalis.

"Jadi, tidak benar gagasan koalisi yang saya inginkan itu akan memperkuat dikotomi antara kelompok agamis dengan nasionalis. Justru kita ingin agar dikotomi itu cair," katanya.

Karena itu, ia mengajak agar partai atau ormas yang sering menyatakan diri berazas Islam, mau duduk bersama membicarakan masalah-masalah strategis bangsa, berdasarkan konsep-konsep Islam.

"Sehingga diharapkan partai berazas Islam itu memiliki tanggung jawab moral dengan membawa nilai-nilai Islam," katanya.

Din juga menambahkan, partai Islam tidak bisa dikatakan tidak nasionalis dan juga sebaliknya partai nasionalis tidak bisa dikatakan tidak agamis atau tidak religius.

"Kita ingin nasionalisme dan agamis itu bukan sekadar simbolik, tetapi yang aktif sehingga mampu menghasilkan hal-hal yang strategis bagi bangsa," katanya.

Sementara itu, ketika berbicara dalam acara Refleksi Akhir Tahun Politik Keagamaan, Din Syamsuddin mengatakan, di kalangan umat Islam maupun umat lainnya sekarang ini, terjadi peningkatan spiritual.

Tetapi, katanya, di sisi lain umat yang berseberangan atau semakin jauh dari agama juga tidak sedikit jumlahnya.

"Ke depan situasi seperti ini kelihatannya masih akan berlanjut. Di situ ada faktor politik, sehingga potensi umat beragama dipolitisasi cukup besar," katanya mengingatkan.

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Pramono U Tanthowi mengingatkan bahwa Pemilu 2009 bisa menjadi arena di mana partai-partai politik akan berlomba melakukan politisasi agama, yang hanya menjadi jargon untuk memanfaatkan suara umat.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008