Riyadh (ANTARA News) - Kepala polisi syariat Arab Saudi membantah pihaknya melarang perempuan bekerja di toko pakaian dalam, tulis koran-koran setempat pada hari Selasa.

Seperti dilaporkan AFP, Sheikh Ibrahim al-Gaith, kepala komisi promosi nilai-nilai kebaikan dan penjaga susila, menekankan dirinya tidak menentang perempuan menjadi "saleswoman" di toko pakaian dalam.

Dia mengemukakan toko-toko berpramuniaga perempuan hanya boleh ada di mal khusus perempuan sehingga tidak ada kontak dengan laki-laki.

"Kami tidak keberatan jika perempuan bekerja di toko pakaian dalam asalkan tidak di sebelah toko untuk laki-laki," kata Gaith lalu mengemukakan bahwa putusan tersebut sudah menjadi keputusan pemerintah.

Kaum perempuan Saudi sudah sejak lama mengeluhkan ketidaknyamanan mereka karena terpaksa membeli pakaian dalam dari pramuniaga yang berjenis kelamin laki-laki. Mereka lebih suka jika pramuniaga untuk mereka adalah sesama perempuan.

Para pemimpin agama di kerajaan ultra-konservatif itu menentang perempuan menjadi pramuniaga di tempat yang bisa didatangi laki-laki. Alasannya, hal tersebut dapat melanggar larangan kontak dengan yang bukan muhrim.

Namun, aturan tersebut tidak berlaku untuk laki-laki pramuniaga dengan perempuan pembeli.

Pada tahun 2005, kementerian tenaga kerja menyerukan toko-toko pakaian dalam untuk mempekerjakan staf perempuan. Hal itu untuk membuka lebih banyak peluang kerja bagi perempuan Saudi.

Usaha tersebut tidak banyak diikuti karena para ulama menentang langkah itu.

Pada bulan Oktober, Reem As'ad, pengajar ekonomi di suatu perguruan tinggi di Jeddah, menyerukan boikot terhadap toko-toko pakaian dalam yang tidak mempekerjakan perempuan sebagai pramuniaga.

"Kaum perempuan berjalan dengan tertutup dari kepala hingga jempol kaki, tapi mereka harus mendiskusikan ukuran dan bahan pakaian dalam dengan pria tak dikenal. Aneh bukan?." kata perempuan tersebut.(*)


Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008