Manado,  (ANTARA News) - Sebanyak 86 kali bangsa Indonesia diguncang gelombang tsunami, dalam kurun waktu 100 tahun, sementara gempa bumi diatas 7,0 Skala Richter (SR) sebanyak 212 kali.

"Dari 86 kali tsunami, korban jiwa dan materi sangat besar dan tidak terhitung lagi oleh pemerintah," kata Menteri Koordinator (Menko) Kesejahteraan Rakyat (Kesra), Aburizal Bakrie, saat membacakan sambutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada Tsunami Drill (simulasi tsunami) di Kota Manado, Sabtu di Manado.

Kelemahan bangsa Indonesia dengan banyaknya korban akibat gelombang tsunami, karena belum memiliki alat deteksi atau peringatan dini (Early Warning System) terhadap bencana itu.

Presiden mencontohkan kasus tsunami di Aceh, 26 Desember 2008, dengan memporakporandakan daerah itu, sekaligus 200 ribu nyawa harus hilang, karena tidak ada peringatan dini.

Sejak bencana di Aceh, telah banyak usaha dilakukan pemerintah dan masyarakat, baik dana dan tenaga telah dicurahkan, dalam rangka penanggulangan dan rehabilitasi.

Pada 11 september 2008, Presiden telah meluncurkan sistem peringatan dini sebanyak 16 unit, guna dikembangkan ditempat-tempat rawan bencana. Apalagi negara-negara sahabat di Samudera Hindia turut berharap dengan kehadiran alat sistem tersebut.

Hanya saja kehadiran sistem peringatan dini dengan alat canggih itu bisa dinilai gagal, jika kepercayaan masyarakat tidak dibangun, sehingga memberikan kesan mubasir.

Apalagi Indonesia sendiri memiliki garis pantai dengan panjang 81 ribu kilometer persegi, melewati 139 daerah kabupaten dan kota serta 25 Propinsi, setengahnya merupakan rawan bencana.

Pada saat simulasi tsunami itu, pemerintah pusat memberikan bantuan dua unit Kapal Klinik Terapung untuk Kabupaten Sitaro, Water Tank untuk Kota Manado, tiga unit Ambulans untuk Kabupaten Minahasa Selatan, mobil operasional bencana untuk Kota Bitung serta enam unit Portable untuk semua daerah.

Hadir pada simulasi Tsunami itu, Menteri Ristek Kusmayanto Kadiman, Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi, Gubernur Sulut SH Sarundajang dan Gubernur Gorontalo Fadel Muhamad.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008